Rabu, 19 Oktober 2016

RUANG LINGKUP DAKWAH ANTAR BUDAYA







KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan salah satu tugas matakuliah ini pada waktu yang telah ditentukan dalam keadaan sehat wal afiat.
Shalawat beserta Salam semoga tercurah kepada jungjunan alam yakni habibanawa nabiana Muhammad SAW, kepada para keluarganya, para sahabatnya, tabi’it dan tabi’in, sampai kepada kita semua sang umatnya.
Tidak ada kata seindah rasa syukur. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas matakuliah Dakwah antar Budaya, yang di ampu oleh Bapak Drs.Tjetjep Fachruddin HS, M.Ag.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dan bermanfaat bagi para pembaca dan umumnya bagi semua masyarakat (amin).




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Umat Islam dituntut menjadi orang yang baik dan menjadi penyebar kebaikan. Dakwah menjadi salah satu kewajiban seorang Muslim. Hal tersebut telah disinggung dalam Al-Qur’an *QS.An-Nahl: 125. Dakwah bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan; terutama jika dakwah dilakukan dengan orang yang memiliki perbedaan bahasa, ras, dan budaya.
Perbedaan budaya dapat menjadi konflik atau kesulitan tersendiri dalam menyebarkan dakwah di masyarakat luas. Jika konflik terjadi, maka ekspetasi masyarakat baldatun thayyibatun wa ghafuur, yakni negeri aman nan elok yang ada dalam naungan ampunan Allah Swt hanya akan menjadi wacana belaka.
Segelintir masyarakat tidak tahu apa dan bagaiamana metodologi dakwah antar budaya, bahkan sebagian yang lainnya tidak ingin tahu menahu persoalan intern dakwah antar budaya, juga dikarenakan adanya tugas pembuatan makalah tentang “RUANG LINGKUP DAKWAH ANTAR BUDAYA” melatarbelakangi penulisan makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
·         Apa definisi budaya, kebudayaan dan dakwah antar budaya?
·         Apa saja Unsur-Unsur Kebudayaan?
·         Bagaimana ruang lingkup dakwah antar budaya?
·         Apa saja Konflik dakwah antar budaya?
·         Bagaimana metodologi dakwah antar budaya?
1.3 Tujuan Penulisan
Ø Mengenali, mengetahui, menganalisis dan memahami: budaya, kebudayaan, unsur-unsur kebudayaan, ruang lingkup dakwah antar budaya, konflik dakwah antar budaya dan metodologi dakwah antar budaya.



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Definisi Budaya, Kebudayaan dan Dakwah antar Budaya.
1.      Budaya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya adalah suatu Cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Sedangkan menurut Roger M Keesing dalam artikelnya yang bertajuk Teori-Teori Budaya, beliau mengatakan bahwa budaya adalah warisan tingkah laku simbolik yang membuat manusia menjadi “manusia” Jadi dengan memperhatikan gerak perubahan dan keanekaragaman individualitas, kita tidak dapat lagi dengan mudah berkata bahwa "satu budaya" adalah satu warisan yang dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dalam suatu masyarakat tertentu.
2.      Kebudayaan
Secara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah”, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal.Sedangkan ahli antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Tylor dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmupengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Pada sisi yang agak berbeda, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupanan masyarakat.
Secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, yang meliputi:
a) Kebudayaan materiil (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia. Misalnya kendaraan, alat rumah tangga, dan lain-lain.
b) Kebudayaan non-materiil (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya agama, bahasa, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
2. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generative (biologis), melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.
3. Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya, tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia (secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan kehidupannya. Jadi, kebudayaan adalah hampir semua tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Dakwah antar Budaya

Setelah mengetahui artikel diatas, tentu kita akan memahami maksud dari dakwah antar budaya. Antara lain:
a.       Dakwah antar budaya adalah terapan dakwah yang dilakukan antar dua orang yang memiliki latar belakang yang berbeda.
b.      Dakwah antar budaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang dan budayanya.
c.       Dakwah antar budaya adalah pengalihan inforrmasi dari seseorang berkebudayaan tertentu kepada seseorang yang berkebudayaan lain.
B.     Unsur-unsur Kebudayaan
Mempelajari unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah kebudayaan sangat penting untuk memahami kebudayaan manusia. Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Universal Categories of Culture membagi kebudayaan yang ditemukan pada semua bangsa di dunia dari sistem kebudayaan yang sederhana seperti masyarakat pedesaan hingga sistem kebudayaan yang kompleks seperti masyarakat perkotaan. Kluckhon membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural universal. Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah:
1.      Sistem Bahasa
Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia.
Menurut Koentjaraningrat, unsur bahasa atau sistem perlambangan manusia secara lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi adalah deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta variasi-variasi dari bahasa itu. Ciri-ciri menonjol dari bahasa suku bangsa tersebut dapat diuraikan dengan cara membandingkannya dalam klasifikasi bahasa-bahasa sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga dan subkeluarga. Menurut Koentjaraningrat menentukan batas daerah penyebaran suatu bahasa tidak mudah karena daerah perbatasan tempat tinggal individu merupakan tempat yang sangat intensif dalam berinteraksi sehingga proses saling memengaruhi perkembangan bahasa sering terjadi.
2.      Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya.
Masyarakat pedesaan yang hidup dari bertani akan memiliki sistem kalender pertanian tradisional yang disebut system pranatamangsa yang sejak dahulu telah digunakan oleh nenek moyang untuk menjalankan aktivitas pertaniannya. Menurut Marsono, pranatamangsa dalam masyarakat Jawa sudah digunakan sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu. Sistem pranatamangsa digunakan untuk menentukan kaitan antara tingkat curah hujan dengan kemarau. Melalui sistem ini, para petani akan mengetahui kapan saat mulai mengolah tanah, saat menanam, dan saat memanen hasil pertaniannya karena semua aktivitas pertaniannya didasarkan pada siklus peristiwa alam. Sedangkan Masyarakat daerah pesisir pantai yang bekerja sebagai nelayan menggantungkan hidupnya dari laut sehingga mereka harus mengetahui kondisi laut untuk menentukan saat yang baik untuk menangkap ikan di laut. Pengetahuan tentang kondisi laut tersebut diperoleh melalui tanda-tanda atau letak gugusan bintang di langit.
Banyak suku bangsa yang tidak dapat bertahan hidup, apabila mereka tidak mengetahui dengan teliti pada musim apa berbagai jenis ikan pindah ke hulu sungai. Selain itu, manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila tidak mengetahui dengan teliti ciri-ciri bahan mentah yang mereka pakai untuk membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan selalu mempunyai suatu himpunan pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang ada di sekitarnya. Menurut Koentjaraningrat, setiap suku bangsa di dunia memiliki pengetahuan mengenai, antara lain:
a.       Alam sekitarnya.
b.      Tumbuhan yang tubuh di sekitar daerah tempat tinggalnya.
c.       Binatang hidup di daerah tempat tinggalnya.
d.      Zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya.
e.       Tubuh manusia.
f.       Sifat-sifat dan tingkah laku manusia.
g.      Ruang dan waktu.
3.      Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi social merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke dalam tingkatan-tingkatan lokalitas geografis untuk membentuk organisasi sosial dalam kehidupannya. Kekerabatan berkaitan dengan pengertian tentang perkawinan dalam suatu masyarakat karena perkawinan merupakan inti atau dasar pembentukan suatu komunitas atau organisasi sosial.
4.      Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para antropolog dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.
5.      Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian
Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi pada masyarakat tradisional, antara lain:
a.       Berburu dan meramu
b.      Berternak
c.       Bercocok tanam
d.      Nelayan
Pada saat ini hanya sedikit sistem mata pencaharian atau ekonomi suatu masyarakat yang berbasiskan pada sektor pertanian. Artinya, pengelolaan sumber daya alam secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam sektor pertanian hanya bisa ditemukan di daerah pedesaan yang relatif belum terpengaruh oleh arus modernisasi.
Pada saat ini pekerjaan sebagai karyawan kantor menjadi sumber penghasilan utama dalam mencari nafkah. Setelah berkembangnya sistem industri mengubah pola hidup manusia untuk tidak mengandalkan mata pencaharian hidupnya dari subsistensi hasil produksi pertaniannya. Di dalam masyarakat industri, seseorang mengandalkan pendidikan dan keterampilannya dalam mencari pekerjaan.

6.      Sistem Religi
Koentjaraningrat menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut.
Dalam usaha untuk memecahkan pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab lahirnya asal mula religi tersebut, para ilmuwan sosial berasumsi bahwa religi suku-suku bangsa di luar Eropa adalah sisa dari bentuk-bentuk religi kuno yang dianut oleh seluruh umat manusia pada zaman dahulu ketika kebudayaan mereka masih primitif.
Perhatian ahli antropologi mengenai seni bermula dari penelitian etnografi mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Deskripsi yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut berisi mengenai benda-benda atau artefak yang memuat unsur seni, seperti patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan etnografi awal tentang unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada teknik-teknik dan proses pembuatan benda seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi awal tersebut juga meneliti perkembangan seni musik, seni tari, dan seni drama dalam suatu masyarakat.
Berdasarkan jenisnya, seni rupa terdiri atas seni patung, seni relief, seni ukir, seni lukis, dan seni rias. Seni musik terdiri atas seni vokal dan instrumental, sedangkan seni sastra terdiri atas prosa dan puisi. Selain itu, terdapat seni gerak dan seni tari, yakni seni yang dapat ditangkap melalui indera pendengaran maupun penglihatan. Jenis seni tradisional adalah wayang, ketoprak, tari, ludruk, dan lenong. Sedangkan seni modern adalah film, lagu, dan koreografi.

C.    Ruang Lingkup Dakwah antar Budaya
Ruang lingkup antar budaya tidak jauh seperti ruang lingkup dakwah aan tetapi ada penambahan atau perlebihan dibagian-bagiannya. Seperti yang telah di bahas bahwa ruang lingkup dakwah antar budaya terbagi menjadi dua yaitu secara illegal dan budaya. Akan tetapi yang akan saya bahas hanya sebagian daripada itu.  Ruang lingkup antar budaya sangatlah luas akan tetapi tidak lepas dari hukum (syara’). العدت ة وامحكمة   “ yang tidak bertentangan dengan adat”. Karena setiap orang, setiap tempat wilayah dan lingkungan mempunyai kondisi sosial
Masykurotus Syarifah – Budaya dan Kearifan Dakwah budaya yang berbeda-beda. Maka dalam pendekatannya pun berbeda pula. Kajian dakwah antar budaya memiliki ruang lingkup kajian ilmu dakwah yang meliputi:
1.      Mengkaji dasar-dasar tentang adanya interaksi simbolik da’i dengan
mad’u yang berbeda latarbelakang budaya yang dimilikinya dalam perjalanan dakwah para da’i.
2.       Menelaah unsur-unsur dakwah dengan mempertimbangkan aspek budaya yang berhubungan dengan unsur da’i, materi, metode, media,
mad’u dan dimensi ruang dan waktu dalam keberlangsungan interaksi berbagai unsur dakwah.
3.      Mengkaji tentang karakteristik-karakteristik manusia baik posisinya yang menjadi da’i maupun yang menjadi mad’u melalui kerangka metodologi dalam antropologi.
4.      Mengkaji tentang upaya-upaya dakwah yang dilakukan oleh masing-masing etnis.
5.      Mengkaji problem yang ditimbulkan oleh pertukaran antar budaya dan upaya-upaya solusi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan eksistensi jati diri budaya masing-masing (Aripudin, 2012. (55-56).

Kegiatan dakwah di masyarakat, dan di media Massa selama ini, relatif telah responsif, terhadap kondisi masyarakat yang modern. Setidaknya telah berupaya agar pesan-pesan keagamaan yang disampaikan bisa diterima secara baik. Mereka biasa menggunakan berbagai metode dalam berdakwah. Namun masih menjadi pertanyaan besar: apakah substansi dakwah telah menyesuaikan dengan kemajemukan dan atau keperbedaan kultur di masyarakat; Apakah kebijakan dakwah multikultur telah terformulasi dengan baik. Demikian juga para da’i sebagai narasumber atau aktor, supaya mempunyai kemampuan meramu kemajemukan tersebut dengan memperhatikan; isi atau pesan-pesan yang disampaikan, metode penyampaian, narasumber atau da’i yang berperan serta media yang digunakan.
Akan tetapi hal itu tidak lepas dari tujuan dakwah sendiri seperti yang tertera dari landasan Al-Quran itu sendiri:


۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Oleh karena itu dakwah antar budaya mempunyai ruang lingkup yang di batasi untuk melakukannya.

D.    Konflik Dakwah antar Budaya

Faktor-faktor terjadinya konflik dimungkinkan oleh faktor internal (konflik yang muncul dari dalam diri manusia) dan faktor eksternal (penyebab konflik yang berasal dari luar dirinya).
1.      Konflik Intra-Individu dan Budaya
Konflik ini terjadi pada tingkat intraindividu (fi al-nafsiah), karena pertarungan kekuatan-kekuatan potensi “ilham fujur” (inspirasi buruk) atau potensi syaitaniah (potensi menolak ketuhanan atau hanif atau al-Islam) yang ada pada diri manusia dan potensi kekuatan ilham takwa (potensi ajaran moral ketuhanan). Konflik pada manusia tidak hanya terjadi antarindividu. Konflik pada tingkat intrabudaya jauh lebih dashyat yang disebabkan oleh aktualisasi ilham fujur ketika berinteraksi antarindividu dengan mengedepankan perbedaan, keinginan, kepentingan (vested interest), dan masing-masing ingin menang sendiri. Selain faktor-faktor penyebab konflik tersebut, masih terdapat banyak bentuk konflik kemanusiaan yang umumnya disebabkan oleh faktor persaingan memperoleh kehidupan di duniawi yang tanpa batas dan mengesampingkan keseimbangan sosial maupun alam untuk mencapai cita-cita tersebut.
2.      Konflik Antarbudaya
Konflik antarbudaya umumnya terjadi karena perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan. Mengacu pada konteks dakwah, yaitu aktifitas kuantitas da’i dan mad’u ketika berinteraksi melakukan internalisasi, transmisi, transformasi, dan difusi ajaran Islam bentuk dakwah dalam aspek budaya dapat dilakukan dalam konteks dakwah sebagai berikut:
A.    Dakwah Intra Dan Antar Budaya
Yakni mengajak manusia dalam hal ini dirinya (ego atau keakuannya) oleh kesadaran dirinya sebagai solusi problematika konflik dalam diri individu dengan dakwahnafsiyah (da’i dan mad’unya diri sendiri). Metode yanng digunakan dalam dakwah nafsiyah, antara lain:
1.      Wiqayah al-nafsiyah (pemeliharaan diri sendiri) baik jasmani maupun rohani, misalnya memakan makanan yang bergizi dan halal, memperbanyak zikir.
2.      Tazkiyah al-nafsiyah (mensucikan jiwa). misalnya salat malam / tahajud, bermuhasabah (instropeksi diri).
3.      Memenangkan quwwah aqliyah (daya kecerdasan intelektual), seperti banyak membaca dan berdiskusi terhadap quwah ghadhabiyah (daya kemarahan) seperti berwatak reaktif, bermalas-malasan, marah serta wahmiyah syahwatiyah (daya perangkap setan) seperti bersenang-senang dan berfoya-foya atau perilaku hedonis.
4.      Dakwah Fardiyah (da’i dan mad’u masing-masing satu orang) Bagi solusi konflik antar individu dalam suatu budaya. Metode yang digunakan, yaitu hikmah pendekatan ilmiah (jujur, berbicara sesuai objeknya, sitematis, dukungan fakta, singkat dan padat), mauizhah hasanah(teladan yang baik, pelajaran yang benar), mujadalah bi al-lati hiya ahsan(dialog, berdebat, dan diskusi), ta’aruf  (perkenalan, pertukaran budaya positif), tausyiah(berwasiat dalam kebaikan), ta’lim (pembelajaran), uswah hasanah (percontohan yang baik).

B.     Tablig (Penyebaran Informasi Ajaran Islam) atau Dakwah Umah Sebagai Bentuk Kegiatan Dakwah Antarbudaya.
Metode yang digunakan, antara lain, yaitu ta’aruf(pertukaran budaya) atas dasar kebebasan memilih, ta’awun ala al-birr(saling menolong dalam kebaikan), ta’alau ila kalimatin sawa(berpegang pada kalimat persamaan), di’ayatul khair (propaganda kebaikan), tabsysir (pemberian penghargaan), tasyhir (pembuktian kebenaran), indzar dan sirajan munira (peringatan dan penyuluhan), mushahabah fi al-dunya ma’rufa (bekerja sama dalam urusan duniawi), tsamuh walatasubu ma’budahum (toleransi tidak saling mencaci), ijtinab (saling menghindari pertengkaran dan perbuatan setan), lakum dinukum waliyadin (sepakat dalam perbedaan keyakinan / agree indisagreement), a’maluna a’malukum (tegas dalam memegang prinsip), dan amar ma’ruf nahyi munkar (menegakkan kearifan dan mencegah kerusakan).

E.     Metodologi Dakwah antar Budaya
Gerakan dakwah yang dilakukan Rasulullah adalah gerakan yang penuh berkah (ash-shahwah al-mubarakah); gerakan yang penuh moderat (Shahwah mu’tadilah), terpadu, terkendali, berkesinamung dan jauh dari unsur ekstrimisme (at-tatharruf). Setiap melaksanakan dakwah, setiap da’i harus selalu mengikuti prinsip gerakan dakwah Rasulullah Saw, karena telah terbukti keberhasilannya. Seorang da’i harus mampu memilih media dan metode dakwah yang relevan dengan kondisi mad’u yang telah dipelajari secara komprehensif dan berkesinambungan. Kegiatan dakwah yang dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi mad’u akan lebih memberikan dampak, karena kemudian dakwah dilakukan dengan media dan metode yang sesuai.
Kebudayaan merupakan salah satu ciri kebearadaan manusia di muka bumi. Dakwah mau tidak mau harus melibatkan hal yang satu ini dalam usahanya. Kita tidak akan mampu mengeneralisir kebudayaan yang dimiliki oleh setiap manusia. Kebudayaan manusia, awalnya muncul karena adanya manusia, namu dalam perkembangannya, manusia lebih dipengaruhi oleh kebudayaan yang ada. 
Menarik, mendalam, dan menerus adalah syarat penerapan dakwah dalam ranah kebudayaan, kalau kita memahami kebudayaan sebagai hasil cipta karya, dan rasa manusia. Influentif, sabar, tegas, persuasif, dan proporsiaonal adalah hal selanjutnya yang harus menjadi ukuran kegiatan dakwah, kalau kita memahami kebudayaan sebagai norma, pola hidup, dan nilai di dalam suatu masyarakat. 
Membuat karya budaya sarat dakwah seperti wayang dakwah, cerita, dongeng, drama yang berisi pesan dakwah persuasif dan inklusif, design pakaian islam yang modern dan syar’i bisa kita lakukan sebagai langkah dakwah alternatif. Keteladanan, karya nyata, penyuluhan, bhakti sosial juga bisa dilakukan untuk menginternalisasikan cahaya islam kepada masyarakat.
            jMetodologi atau Nilai Guna
Dakwah antarbudaya sebagai salah satu bidang kajian ilmu dakwah dalam menjelaskan dirinya dapat menempuh prosedur penalaran sebagai berikut:
Pertama, metode istinbati, yaitu penalaran dalam menjelaskan objek kajian dakwah antarbudaya dengan cara menurunkan dari isyarat-isyarat Al-Qur’an dan as-Sunnah. Kedua, metode iqtibasi, yaitu penalaran dalam menjelaskan objek kajian dakwah antarbudaya dengan meminjam pemikiran-pemikiran produk para pakar dakwah yang bersumber pada Qur’an dan Sunnah, meminjam teori-teori yang digunakan oleh disiplin antropologi secara kritis. Ketiga, metode istiqra’i, yakni penalaran yang objek kajian dakwah antarbudaya dengan menggunakan prosedur kerja metode ilmiah, dan untuk kerja ini yang berkaitan dengan metodologi Ilmu Dakwah menjadi kajian istinbati metode ini.




BAB III
PENUTUP
Ø Kesimpulan
·         Budaya berasal dari bahasa sanskerta “budhaya” yaitu bentuk jamak dari Budhi yang berarti budi atau akal.
·         Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupanan masyarakat.
·         Dakwah antar budaya ialah dakwah yang dilakukan antar orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda.
·         Ada 7 Unsur dalam sebuah Budaya yaitu: Sistem Bahasa, Sistem Pengetahuan, Sistem Kekerabatan dan Organisasi sosial, Sistem Peralatan hidup dan Teknologi, Sistem Ekonomi atau mata Pencaharian, Sistem Kesenian dan terakhir ialah Sistem Religi.
·          Ruang lingkup dakwah meliputi: Unsur-unsur dan Upaya dakwah terhadap karakteristik manusia yang memiliki suku, etnis dan kebudayaan yang berbeda-beda. Serta mengkaji problematika yang ada didalamnya.
·         Konfik dakwah antar Budaya terdiri dari: Konflik Intra-Individu budaya dan Konflik antar budaya. Adapun penyelesaiaannya dapat dilakukan dengan dua metodologi yang berbeda yaitu: a. Dakwah Intra-antar budaya dan b. Tabligh.
·         Dakwah antar Budaya dapat dilakukan dengan metode Istinbath, Istiqroi, dan Iqtibash





DAFTAR PUSTAKA
o   Aripudin, Acep. 2012. Dakwah antarbudaya; Rosda, Bandung.
o   Koentjaraningrat.1998. Pengantar Antropologi II; Rineka Cipta, Jakarta.
o   Munandar, Sulaeman.2012.Ilmu Budaya Dasar; Refiks Aditama,Bandung.
o   [Materi]_Bab_04_kebudayaan_dan_masyarakat.pdf
o   101211017_Bab2.pdf
o   3313-6243-1-SM.pdf
o   http://www.academia.edu/25977818/Budaya_dan_Kearifan_Dakwah]