KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan salah satu tugas matakuliah ini pada waktu yang telah
ditentukan dalam keadaan sehat wal afiat.
Shalawat beserta Salam semoga
tercurah kepada jungjunan alam yakni habibanawa nabiana Muhammad SAW, kepada
para keluarganya, para sahabatnya, tabi’it dan tabi’in, sampai kepada kita
semua sang umatnya.
Tidak ada kata seindah rasa syukur.
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas matakuliah Dakwah
antar Budaya, yang di ampu oleh Bapak Drs.Tjetjep Fachruddin HS, M.Ag.
Kami menyadari bahwa dalam makalah
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan
kritiknya demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dijadikan
bahan pembelajaran dan bermanfaat bagi para pembaca dan umumnya bagi semua
masyarakat (amin).
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Umat
Islam dituntut menjadi orang yang baik dan menjadi penyebar kebaikan. Dakwah menjadi
salah satu kewajiban seorang Muslim. Hal tersebut telah disinggung dalam
Al-Qur’an *QS.An-Nahl: 125. Dakwah bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan; terutama
jika dakwah dilakukan dengan orang yang memiliki perbedaan bahasa, ras, dan
budaya.
Perbedaan
budaya dapat menjadi konflik atau kesulitan tersendiri dalam menyebarkan dakwah
di masyarakat luas. Jika konflik terjadi, maka ekspetasi masyarakat baldatun thayyibatun wa ghafuur, yakni
negeri aman nan elok yang ada dalam naungan ampunan Allah Swt hanya akan
menjadi wacana belaka.
Segelintir
masyarakat tidak tahu apa dan bagaiamana metodologi dakwah antar budaya, bahkan
sebagian yang lainnya tidak ingin tahu menahu persoalan intern dakwah antar
budaya, juga dikarenakan adanya tugas pembuatan makalah tentang “RUANG LINGKUP
DAKWAH ANTAR BUDAYA” melatarbelakangi penulisan makalah ini.
1.2
Rumusan Masalah
·
Apa definisi
budaya, kebudayaan dan dakwah antar budaya?
·
Apa saja
Unsur-Unsur Kebudayaan?
·
Bagaimana ruang
lingkup dakwah antar budaya?
·
Apa saja Konflik
dakwah antar budaya?
·
Bagaimana
metodologi dakwah antar budaya?
1.3
Tujuan Penulisan
Ø Mengenali,
mengetahui, menganalisis dan memahami: budaya, kebudayaan, unsur-unsur
kebudayaan, ruang lingkup dakwah antar budaya, konflik dakwah antar budaya dan
metodologi dakwah antar budaya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Budaya, Kebudayaan dan Dakwah antar Budaya.
1. Budaya
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya adalah suatu Cara hidup yang berkembang,
dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi
ke generasi.
Sedangkan
menurut Roger M Keesing dalam artikelnya yang bertajuk Teori-Teori Budaya,
beliau mengatakan bahwa budaya adalah warisan tingkah laku simbolik yang
membuat manusia menjadi “manusia” Jadi dengan memperhatikan gerak perubahan dan keanekaragaman
individualitas, kita tidak dapat lagi dengan mudah berkata bahwa "satu
budaya" adalah satu warisan yang dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dalam
suatu masyarakat tertentu.
2. Kebudayaan
Secara
etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah”, yaitu bentuk
jamak dari budhi yang berarti budi atau akal.Sedangkan ahli antropologi yang
memberikan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B.
Tylor dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmupengetahuan lain, serta
kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Pada
sisi yang agak berbeda, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai
keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata
kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya tersusun
dalam kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang
semuanya tersusun dalam kehidupanan masyarakat.
Secara
lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan
manusia, yang meliputi:
a) Kebudayaan materiil (bersifat jasmaniah), yang meliputi
benda-benda ciptaan manusia. Misalnya kendaraan, alat rumah tangga, dan
lain-lain.
b) Kebudayaan non-materiil (bersifat rohaniah), yaitu semua
hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya agama, bahasa, ilmu
pengetahuan, dan sebagainya.
2. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generative (biologis),
melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.
3. Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Tanpa masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk kebudayaan.
Sebaliknya, tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia (secara individual maupun
kelompok) dapat mempertahankan kehidupannya. Jadi, kebudayaan adalah hampir
semua tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
3. Dakwah antar Budaya
Setelah
mengetahui artikel diatas, tentu kita akan memahami maksud dari dakwah antar
budaya. Antara lain:
a. Dakwah antar budaya adalah terapan
dakwah yang dilakukan antar dua orang yang memiliki latar belakang yang
berbeda.
b. Dakwah antar budaya merupakan
pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara
imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang dan budayanya.
c. Dakwah antar budaya adalah
pengalihan inforrmasi dari seseorang berkebudayaan tertentu kepada seseorang
yang berkebudayaan lain.
B.
Unsur-unsur Kebudayaan
Mempelajari unsur-unsur yang
terdapat dalam sebuah kebudayaan sangat penting untuk memahami kebudayaan
manusia. Kluckhon dalam bukunya yang berjudul Universal Categories of
Culture membagi kebudayaan yang ditemukan pada semua bangsa di dunia dari
sistem kebudayaan yang sederhana seperti masyarakat pedesaan hingga sistem kebudayaan
yang kompleks seperti masyarakat perkotaan. Kluckhon membagi sistem kebudayaan
menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural
universal. Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa
unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam
kebudayaan semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah:
1. Sistem Bahasa
Bahasa merupakan sarana bagi manusia
untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan
sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah
antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan manusia dalam membangun
tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan
secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung
pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam analisa
kebudayaan manusia.
Menurut Koentjaraningrat, unsur
bahasa atau sistem perlambangan manusia secara lisan maupun tertulis untuk
berkomunikasi adalah deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari bahasa yang
diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta variasi-variasi dari
bahasa itu. Ciri-ciri menonjol dari bahasa suku bangsa tersebut dapat diuraikan
dengan cara membandingkannya dalam klasifikasi bahasa-bahasa sedunia pada
rumpun, subrumpun, keluarga dan subkeluarga. Menurut Koentjaraningrat
menentukan batas daerah penyebaran suatu bahasa tidak mudah karena daerah
perbatasan tempat tinggal individu merupakan tempat yang sangat intensif dalam
berinteraksi sehingga proses saling memengaruhi perkembangan bahasa sering
terjadi.
2. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam kultural
universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem
pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia. Sistem
pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang
berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya.
Masyarakat pedesaan yang hidup dari
bertani akan memiliki sistem kalender pertanian tradisional yang disebut system
pranatamangsa yang sejak dahulu telah digunakan oleh nenek moyang untuk
menjalankan aktivitas pertaniannya. Menurut Marsono, pranatamangsa dalam
masyarakat Jawa sudah digunakan sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu. Sistem
pranatamangsa digunakan untuk menentukan kaitan antara tingkat curah hujan
dengan kemarau. Melalui sistem ini, para petani akan mengetahui kapan saat
mulai mengolah tanah, saat menanam, dan saat memanen hasil pertaniannya karena
semua aktivitas pertaniannya didasarkan pada siklus peristiwa alam. Sedangkan
Masyarakat daerah pesisir pantai yang bekerja sebagai nelayan menggantungkan
hidupnya dari laut sehingga mereka harus mengetahui kondisi laut untuk menentukan
saat yang baik untuk menangkap ikan di laut. Pengetahuan tentang kondisi laut
tersebut diperoleh melalui tanda-tanda atau letak gugusan bintang di langit.
Banyak suku bangsa yang tidak dapat
bertahan hidup, apabila mereka tidak mengetahui dengan teliti pada musim apa
berbagai jenis ikan pindah ke hulu sungai. Selain itu, manusia tidak dapat
membuat alat-alat apabila tidak mengetahui dengan teliti ciri-ciri bahan mentah
yang mereka pakai untuk membuat alat-alat tersebut. Tiap kebudayaan selalu
mempunyai suatu himpunan pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang,
benda, dan manusia yang ada di sekitarnya. Menurut Koentjaraningrat, setiap
suku bangsa di dunia memiliki pengetahuan mengenai, antara lain:
a.
Alam sekitarnya.
b.
Tumbuhan yang tubuh di sekitar daerah tempat tinggalnya.
c.
Binatang hidup di daerah tempat tinggalnya.
d.
Zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya.
e.
Tubuh manusia.
f.
Sifat-sifat dan tingkah laku manusia.
g.
Ruang dan waktu.
3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi
Sosial
Unsur budaya berupa sistem
kekerabatan dan organisasi social merupakan usaha antropologi untuk memahami
bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial.
Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh adat
istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan
di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling
dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga inti yang dekat dan kerabat
yang lain. Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke dalam tingkatan-tingkatan
lokalitas geografis untuk membentuk organisasi sosial dalam kehidupannya. Kekerabatan
berkaitan dengan pengertian tentang perkawinan dalam suatu masyarakat karena
perkawinan merupakan inti atau dasar pembentukan suatu komunitas atau
organisasi sosial.
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Manusia selalu berusaha untuk
mempertahankan hidupnya sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau
benda-benda tersebut. Perhatian awal para antropolog dalam memahami kebudayaan
manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat berupa
benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan teknologi
yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan tentang unsur kebudayaan yang
termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi merupakan bahasan kebudayaan
fisik.
5. Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian
Mata pencaharian atau aktivitas
ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian
etnografi mengenai sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata
pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi pada masyarakat tradisional,
antara lain:
a. Berburu dan meramu
b. Berternak
c. Bercocok tanam
d. Nelayan
Pada saat ini hanya sedikit sistem
mata pencaharian atau ekonomi suatu masyarakat yang berbasiskan pada sektor
pertanian. Artinya, pengelolaan sumber daya alam secara langsung untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia dalam sektor pertanian hanya bisa ditemukan di daerah
pedesaan yang relatif belum terpengaruh oleh arus modernisasi.
Pada saat ini pekerjaan sebagai
karyawan kantor menjadi sumber penghasilan utama dalam mencari nafkah. Setelah
berkembangnya sistem industri mengubah pola hidup manusia untuk tidak
mengandalkan mata pencaharian hidupnya dari subsistensi hasil produksi
pertaniannya. Di dalam masyarakat industri, seseorang mengandalkan pendidikan
dan keterampilannya dalam mencari pekerjaan.
6. Sistem Religi
Koentjaraningrat menyatakan bahwa
asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya pertanyaan
mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural
yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa manusia itu melakukan
berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan
kekuatan-kekuatan supranatural tersebut.
Dalam usaha untuk memecahkan
pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab lahirnya asal mula religi tersebut,
para ilmuwan sosial berasumsi bahwa religi suku-suku bangsa di luar Eropa
adalah sisa dari bentuk-bentuk religi kuno yang dianut oleh seluruh umat manusia
pada zaman dahulu ketika kebudayaan mereka masih primitif.
Perhatian ahli
antropologi mengenai seni bermula dari penelitian etnografi mengenai aktivitas
kesenian suatu masyarakat tradisional. Deskripsi yang dikumpulkan dalam
penelitian tersebut berisi mengenai benda-benda atau artefak yang memuat unsur
seni, seperti patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan etnografi awal tentang
unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada teknik-teknik dan proses
pembuatan benda seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi awal tersebut
juga meneliti perkembangan seni musik, seni tari, dan seni drama dalam suatu
masyarakat.
Berdasarkan
jenisnya, seni rupa terdiri atas seni patung, seni relief, seni ukir, seni
lukis, dan seni rias. Seni musik terdiri atas seni vokal dan instrumental,
sedangkan seni sastra terdiri atas prosa dan puisi. Selain itu, terdapat seni
gerak dan seni tari, yakni seni yang dapat ditangkap melalui indera pendengaran
maupun penglihatan. Jenis seni tradisional adalah wayang, ketoprak, tari,
ludruk, dan lenong. Sedangkan seni modern adalah film, lagu, dan koreografi.
C.
Ruang Lingkup Dakwah antar Budaya
Ruang lingkup antar budaya
tidak jauh seperti ruang lingkup dakwah aan tetapi ada penambahan atau
perlebihan dibagian-bagiannya. Seperti yang telah di bahas bahwa ruang lingkup
dakwah antar budaya terbagi menjadi dua yaitu secara illegal dan budaya. Akan
tetapi yang akan saya bahas hanya sebagian daripada itu. Ruang lingkup antar budaya sangatlah luas
akan tetapi tidak lepas dari hukum (syara’). العدت ة وامحكمة “ yang tidak bertentangan dengan adat”. Karena setiap orang, setiap tempat wilayah dan lingkungan mempunyai kondisi
sosial
Masykurotus Syarifah – Budaya dan
Kearifan Dakwah budaya yang berbeda-beda.
Maka dalam pendekatannya pun berbeda pula. Kajian dakwah antar budaya memiliki
ruang lingkup kajian ilmu dakwah yang meliputi:
1. Mengkaji dasar-dasar tentang adanya interaksi simbolik da’i dengan
mad’u yang berbeda latarbelakang budaya yang
dimilikinya dalam perjalanan dakwah para da’i.
2. Menelaah unsur-unsur dakwah dengan
mempertimbangkan aspek budaya yang berhubungan dengan unsur da’i, materi,
metode, media,
mad’u dan dimensi ruang dan waktu dalam
keberlangsungan interaksi berbagai unsur dakwah.
3. Mengkaji tentang karakteristik-karakteristik manusia baik posisinya yang
menjadi da’i maupun yang menjadi mad’u melalui kerangka metodologi dalam
antropologi.
4. Mengkaji tentang upaya-upaya dakwah yang dilakukan oleh masing-masing
etnis.
5. Mengkaji problem yang ditimbulkan oleh pertukaran antar budaya dan
upaya-upaya solusi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan eksistensi jati
diri budaya masing-masing (Aripudin, 2012. (55-56).
Kegiatan dakwah di masyarakat, dan di
media Massa selama ini, relatif telah responsif, terhadap kondisi masyarakat
yang modern. Setidaknya telah berupaya agar pesan-pesan keagamaan yang
disampaikan bisa diterima secara baik. Mereka biasa menggunakan berbagai metode
dalam berdakwah. Namun masih menjadi pertanyaan besar: apakah substansi dakwah
telah menyesuaikan dengan kemajemukan dan atau keperbedaan
kultur di masyarakat; Apakah kebijakan dakwah multikultur telah terformulasi
dengan baik. Demikian juga para da’i sebagai narasumber atau aktor, supaya
mempunyai kemampuan meramu kemajemukan tersebut dengan memperhatikan; isi atau
pesan-pesan yang disampaikan, metode penyampaian, narasumber atau da’i yang
berperan serta media yang digunakan.
Akan tetapi hal itu
tidak lepas dari tujuan dakwah sendiri seperti yang tertera dari landasan
Al-Quran itu sendiri:
۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ
لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ
لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا
إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Oleh karena itu dakwah antar budaya
mempunyai ruang lingkup yang di batasi untuk melakukannya.
D.
Konflik
Dakwah antar Budaya
Faktor-faktor
terjadinya konflik dimungkinkan oleh faktor internal (konflik yang muncul dari
dalam diri manusia) dan faktor eksternal (penyebab konflik yang berasal dari
luar dirinya).
1.
Konflik
Intra-Individu dan Budaya
Konflik ini
terjadi pada tingkat intraindividu (fi al-nafsiah), karena pertarungan
kekuatan-kekuatan potensi “ilham fujur” (inspirasi buruk) atau potensi
syaitaniah (potensi menolak ketuhanan atau hanif atau al-Islam) yang
ada pada diri manusia dan potensi kekuatan ilham takwa (potensi ajaran
moral ketuhanan). Konflik pada manusia tidak hanya terjadi antarindividu.
Konflik pada tingkat intrabudaya jauh lebih dashyat yang disebabkan oleh
aktualisasi ilham fujur ketika berinteraksi antarindividu dengan mengedepankan
perbedaan, keinginan, kepentingan (vested interest), dan masing-masing
ingin menang sendiri. Selain faktor-faktor penyebab konflik tersebut, masih
terdapat banyak bentuk konflik kemanusiaan yang umumnya disebabkan oleh faktor
persaingan memperoleh kehidupan di duniawi yang tanpa batas dan mengesampingkan
keseimbangan sosial maupun alam untuk mencapai cita-cita tersebut.
2.
Konflik
Antarbudaya
Konflik
antarbudaya umumnya terjadi karena perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan.
Mengacu pada konteks dakwah, yaitu aktifitas kuantitas da’i dan mad’u ketika
berinteraksi melakukan internalisasi, transmisi, transformasi, dan difusi
ajaran Islam bentuk dakwah dalam aspek budaya
dapat dilakukan dalam konteks dakwah sebagai berikut:
A.
Dakwah Intra Dan
Antar Budaya
Yakni
mengajak manusia dalam hal ini dirinya (ego atau keakuannya) oleh kesadaran
dirinya sebagai solusi problematika konflik dalam diri individu dengan dakwahnafsiyah (da’i
dan mad’unya diri sendiri). Metode yanng digunakan dalam dakwah nafsiyah,
antara lain:
1.
Wiqayah al-nafsiyah (pemeliharaan
diri sendiri) baik jasmani maupun rohani, misalnya memakan makanan yang bergizi
dan halal, memperbanyak zikir.
2.
Tazkiyah al-nafsiyah (mensucikan
jiwa). misalnya salat malam / tahajud, bermuhasabah (instropeksi diri).
3.
Memenangkan quwwah
aqliyah (daya kecerdasan intelektual), seperti banyak membaca dan
berdiskusi terhadap quwah ghadhabiyah (daya kemarahan) seperti
berwatak reaktif, bermalas-malasan, marah serta wahmiyah syahwatiyah (daya
perangkap setan) seperti bersenang-senang dan berfoya-foya atau perilaku
hedonis.
4. Dakwah Fardiyah (da’i dan mad’u
masing-masing satu orang) Bagi solusi konflik antar individu dalam suatu
budaya. Metode yang digunakan, yaitu hikmah pendekatan ilmiah (jujur,
berbicara sesuai objeknya, sitematis, dukungan fakta, singkat dan padat), mauizhah
hasanah(teladan yang baik, pelajaran yang benar), mujadalah bi al-lati
hiya ahsan(dialog, berdebat, dan diskusi), ta’aruf (perkenalan, pertukaran budaya positif), tausyiah(berwasiat
dalam kebaikan), ta’lim (pembelajaran), uswah hasanah
(percontohan yang baik).
B.
Tablig
(Penyebaran Informasi Ajaran Islam) atau Dakwah Umah Sebagai Bentuk Kegiatan
Dakwah Antarbudaya.
Metode yang
digunakan, antara lain, yaitu ta’aruf(pertukaran budaya) atas dasar
kebebasan memilih, ta’awun ala al-birr(saling menolong dalam kebaikan), ta’alau
ila kalimatin sawa(berpegang pada kalimat persamaan), di’ayatul khair
(propaganda kebaikan), tabsysir (pemberian penghargaan), tasyhir (pembuktian
kebenaran), indzar dan sirajan munira (peringatan dan penyuluhan), mushahabah
fi al-dunya ma’rufa (bekerja sama dalam urusan duniawi), tsamuh
walatasubu ma’budahum (toleransi tidak saling mencaci), ijtinab (saling
menghindari pertengkaran dan perbuatan setan), lakum dinukum waliyadin (sepakat
dalam perbedaan keyakinan / agree indisagreement), a’maluna a’malukum (tegas
dalam memegang prinsip), dan amar ma’ruf nahyi munkar (menegakkan
kearifan dan mencegah kerusakan).
E.
Metodologi
Dakwah antar Budaya
Gerakan dakwah yang
dilakukan Rasulullah adalah gerakan yang penuh berkah (ash-shahwah
al-mubarakah); gerakan yang penuh moderat (Shahwah mu’tadilah), terpadu,
terkendali, berkesinamung dan jauh dari unsur ekstrimisme (at-tatharruf).
Setiap melaksanakan dakwah, setiap da’i harus selalu mengikuti prinsip gerakan
dakwah Rasulullah Saw, karena telah terbukti keberhasilannya. Seorang da’i
harus mampu memilih media dan metode dakwah yang relevan dengan kondisi mad’u
yang telah dipelajari secara komprehensif dan berkesinambungan. Kegiatan dakwah
yang dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi mad’u akan lebih memberikan
dampak, karena kemudian dakwah dilakukan dengan media dan metode yang sesuai.
Kebudayaan
merupakan salah satu ciri kebearadaan manusia di muka bumi. Dakwah mau tidak
mau harus melibatkan hal yang satu ini dalam usahanya. Kita tidak akan mampu
mengeneralisir kebudayaan yang dimiliki oleh setiap manusia. Kebudayaan
manusia, awalnya muncul karena adanya manusia, namu dalam perkembangannya,
manusia lebih dipengaruhi oleh kebudayaan yang ada.
Menarik, mendalam, dan
menerus adalah syarat penerapan dakwah dalam ranah kebudayaan, kalau kita
memahami kebudayaan sebagai hasil cipta karya, dan rasa manusia. Influentif,
sabar, tegas, persuasif, dan proporsiaonal adalah hal selanjutnya yang harus
menjadi ukuran kegiatan dakwah, kalau kita memahami kebudayaan sebagai norma,
pola hidup, dan nilai di dalam suatu masyarakat.
Membuat karya budaya sarat
dakwah seperti wayang dakwah, cerita, dongeng, drama yang berisi pesan dakwah
persuasif dan inklusif, design pakaian islam yang modern dan syar’i bisa kita
lakukan sebagai langkah dakwah alternatif. Keteladanan, karya nyata,
penyuluhan, bhakti sosial juga bisa dilakukan untuk menginternalisasikan cahaya
islam kepada masyarakat.
jMetodologi
atau Nilai Guna
Dakwah
antarbudaya sebagai salah satu bidang kajian ilmu dakwah dalam menjelaskan
dirinya dapat menempuh prosedur penalaran sebagai berikut:
Pertama,
metode istinbati, yaitu penalaran dalam menjelaskan objek kajian dakwah
antarbudaya dengan cara menurunkan dari isyarat-isyarat Al-Qur’an dan
as-Sunnah. Kedua, metode iqtibasi, yaitu penalaran dalam menjelaskan objek
kajian dakwah antarbudaya dengan meminjam pemikiran-pemikiran produk para pakar
dakwah yang bersumber pada Qur’an dan Sunnah, meminjam teori-teori yang
digunakan oleh disiplin antropologi secara kritis. Ketiga, metode istiqra’i,
yakni penalaran yang objek kajian dakwah antarbudaya dengan menggunakan
prosedur kerja metode ilmiah, dan untuk kerja ini yang berkaitan dengan
metodologi Ilmu Dakwah menjadi kajian istinbati metode ini.
BAB III
PENUTUP
Ø Kesimpulan
·
Budaya berasal
dari bahasa sanskerta “budhaya” yaitu bentuk jamak dari Budhi yang berarti budi
atau akal.
·
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang
semuanya tersusun dalam kehidupanan masyarakat.
·
Dakwah antar
budaya ialah dakwah yang dilakukan antar orang yang memiliki kebudayaan yang
berbeda.
·
Ada 7 Unsur
dalam sebuah Budaya yaitu: Sistem Bahasa, Sistem Pengetahuan, Sistem
Kekerabatan dan Organisasi sosial, Sistem Peralatan hidup dan Teknologi, Sistem
Ekonomi atau mata Pencaharian, Sistem Kesenian dan terakhir ialah Sistem
Religi.
·
Ruang lingkup dakwah meliputi: Unsur-unsur dan
Upaya dakwah terhadap karakteristik manusia yang memiliki suku, etnis dan
kebudayaan yang berbeda-beda. Serta mengkaji problematika yang ada didalamnya.
·
Konfik dakwah
antar Budaya terdiri dari: Konflik Intra-Individu budaya dan Konflik antar
budaya. Adapun penyelesaiaannya dapat dilakukan dengan dua metodologi yang
berbeda yaitu: a. Dakwah Intra-antar budaya dan b. Tabligh.
·
Dakwah antar
Budaya dapat dilakukan dengan metode Istinbath, Istiqroi, dan Iqtibash
DAFTAR PUSTAKA
o
Aripudin, Acep. 2012. Dakwah
antarbudaya; Rosda, Bandung.
o
Koentjaraningrat.1998. Pengantar Antropologi II; Rineka Cipta,
Jakarta.
o
Munandar, Sulaeman.2012.Ilmu Budaya Dasar; Refiks Aditama,Bandung.
o
[Materi]_Bab_04_kebudayaan_dan_masyarakat.pdf
o
101211017_Bab2.pdf
o
3313-6243-1-SM.pdf
o
http://www.academia.edu/25977818/Budaya_dan_Kearifan_Dakwah]