Minggu, 18 November 2018

RESENSI BUKU NURCHOLISH MADJID: TRADISI ISLAM


BAGIAN PERTAMA
KAJIAN ILMIAH ISLAM DI INDONESIA
KESENJANGAN INTELEKTUAL DAN KULTURAL
ANTARA INDONESIA DENGAN DUNIA ISLAM LAIN

Kajian Ilmiah ini dimulai dengan pengenalan persoalna permasalahan Islam di Indonesia, dari segi jumlah penganut, bangsa Indonesia merupakan kesatuan nasional umat Islam yang terbesar di dunia. Tetapi, bila kita lihat dari kaca mata historis, pengislaman tanah air kita relative baru. Ini bisa dilihat dari dua fakta.
 Pertama,pada waktu Dunia Islam ditandai oleh ramainya polemic pemikiran kefilsafatan dengan al-Ghazali sebagai tokoh utamanya-tanah air kita dalam hal ini Jawa, sedang berada dalam puncak kejayaan kerajaan Kediri, yaitu pada masa kekuasaan jayabaya.
 Kedua,Jika kita membandingkan warisan intelektual kedua tokoh itu; al-Ghazali mewariskan kitab Ihya’ Ulumu al-din sedangkan jayabaya mewariskan buku jangka jayabaya. Dengan membandingkan kedua warisan itusedkit banyaknya menggambarkan satu aspek permasalahan Islam di Indonesia.dibanding dengan Dunia Islam pada umumnya, yaitu adanya semacam kesenjangan intelektual. Dan kesenjangan itu semakin diperlebar oleh factor georafis Indonesia.
Adapun kesenjangan lainya ialah kurangnya kesadaran tentang ikonoklasme dan ikonoklastik. Buktinya masyarakat Indonesia tidak secara mantap mengenal seni kaligrafi dan arabesk. Kemudian, kesenjangan itu diperlebar oleh kenyataan bahwa Indonesi-disamping Turki dan Bnagladesh- adalah sebuah Negeri Muslim yang tidak menggunakan huruf Arab untuk menuliskan bahasa nasionalnya. And the last, kesenjangan intelektual dan cultural antara Indonesia dan Dunia Islam dirasakan akibat mayoritas penduduknya beragama Islam, namun pengenalan agama Islam itu sendiri tidak melalui Dunia Arab secara langsung. Dampak kesenjangan intelektual dan kultural ini membawa kepada sedikitnya informasi tentang perkembangan pemikiran keislaman dari kawasan-kawasan itu ke negeri kita.
Dari semua persoalan ini, dapat disimpulkan bahwa kajian ilmiah islam di Indonesia harus melibatkan masalah-masalah: penelahaan kembali pemahaman orang-orang muslim terhadap agamanya, juga penelaaahan milieu dari berbagai segi, dan penelaahan sejarah pemikiran Islam dari masa ke masa juga perlu didukung oleh fasilitas dan tenaga yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitas.
TRADISI ISLAM DI INDONESIA SEBAGAI SUMBER SUBSTANSIASI IDEOLOGI
Setiap bangsa mempunyai etos yang menjadi karakteristik utama bangsa itu. Perwujudan etos ini dalam bentuk perumusan formal yang sistematik mengasilkan ideologi. Pancasila dipandang sebagai perwujudan etos nasional  disebut sebagai ideologi nasional.Pancasila adalah sebuah ideologi modern, dinamis, dan terbuka sebagai landasan filosofi bersama masyarakat plural di Indonesia.
Konsekuensi logis dari argument itu ialah masyarakat dengan keanekaragamannya harus diberi kebebasan mengambil bagian aktif dalm usaha-usaha menjabarkan nilai-nilai ideologi itu dan mengaktualkannya ke dalam kehidupan masyarakat. Sebagai titik tolak pengembangan pola hidup bersama.
Disisi lain Islam adalah agama tebesar penganutnya. Agama Islam membawa berbagai pandangan baru yang reviolusioner  sifat Islam sebagai agama egaliter radikal, juga dengan kesadaran hukumnya yang amat kuat (kesadaran syari’ah dalam makna sekundernya) telah melengkapi penduduk nusantara cukup menjadi alasan keabsahan perannya dalam substansiasi ideologi nasional. Namun, kekuasaan politik Islam di Nusantara belum pernah mencapai kebesaran dan kehebatan yang ditunjukkan oleh kekuasaan politik Budhism, Sriwijaya, dan Hinduisme Majapahit. Sampai masuknya Barat menjajah Nusantara. Berdasarkan pada itu semua dapat dikatakan bahwa Islam di Indonesia baru pada tahap permulaan.
Di Indonesia sendiri, umat Islam memiliki peran yang amat besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, walaupun sempat ada polemik dan kontroveri yang tajam dalam masyarakat.
Berbicara mengenai Islam dan substansi ideologi dan etos nasionaladalah berkenaan dengan fungsinya sebagai dasar kehidupan bernegara dan bermasyarakat dalam konteks kemajemukan Indonesia. Adapun konsekuensinya ialah; keharusan penguasa memperhatikan aspirasi umat Islam, dan kaum muslimin memikul tanggung jawab pembinaan dengan komitmen dan menguasai keahlian yang tinggi tentang ajaran Islam maupun tentang konteks ruang dan waktu Indonesia Modern.
MENGEMBANGKAN ETOS KELIMUAN UNTUK INDONESIA MASA DEPAN
Perhatian yang semakin besar terhadap pembinaan sumber daya manusia. Dapat disimpulkan bahwa factor manusia jauh lebih mennentukan dari pada factor sumber alam. Masalah SDM sangat ditentukan oleh etos-etos, salah satunya etos keilmuan.Sejak tahun 80-an,masa depan bangsa dan Negara kita akan sangat ditentukan oleh kehadiran kaum terpelajar.dengtan syarat kita harus mampu mengarahkan dengan tepat. Sehinggga tidak akan teriptanya “pengangguran intelektual”
Relevansi usaha-usaha penumbuhan dan pengembangan etos keilmuan di kalangan Islam dilihat dari indikator sosiologis-demografis dan historis-ideologis; rakyat Islam Indonesia telah menunjukan kejeniusannya sebagai pendukung dan pendorong pesatnya etos keilmuan modern sekarang yang mengacu pada etos keilmuan yang diajarkan Islam. Etos keilmuaan Islam melakukan generalisasi yang sejajar dengan Etos ijtihad guna mencoba memahami ide-ide dasar dalam menumbuhkan etos intelektual menuju masa depan Indonesia lebih baik.
MENUMBUHKAN TRADISI INTELEKTUAL ISLAM DI INDONESIA
 Proses pengisalaman Nusantar tergolong sangat cepat, sebagai umat yang relative masih muda, kaum Muslim Indonesia hanya memiliki tradisi intelektual yang relatif muda pula. Juga adanya kesenjangan kultural antara kaum Muslim Indonesia dengan dunia Islam pada umumnya. Keadaan ini mengesankan kemiskinan intelektual, juga rendahnya kemmpuan kita dalam memberi respon terhadap zaman. Untuk itu, kita perlu memiliki kekayaan dan kesuburan Intelektual, yang disebut sebagai suatu “Tradisi Intelektual” tumbuh dan berkembang dalam waktu yang panjang.
Berdasarkan analisa diatas, tradisi intelektual Islam di negeri ini akan sulit sekali memilki vitalitas, jika tidak memilki kesinambungan secara temporal dan geografis dengan pemikiran masa lampau.
PETA PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA
Pertama, dari sudut penglihatan politik, politik Islam Indonesia mengenal pembagian kelompok menjadi enam: pertama, al-Takfir wa ‘l Hijrah seperti kelompok model khawarij kuno. Kedua, ialah Kelompok revolusioner yaitu tidak percaya pada pendekatan-pendekatan konstitusional dan legal untuk memperjangkan ide-ide mereka. Yang ketiga ialah kelompok konsitusionalis, yang merupakan warisan kejayaan  politik Islam di Indonesia zaman Masyumi. Keempat, adalah kelompok kaum akomodasionis, ini adalah yang bekerja sama dengan pemerintahan. Kelima, adalah kelompok oportunis yang mengaku berjuang untuk Islam tetapi sebenarnya tidak yakin akan ajaran Islam. Kelompok keenam adalah golongan “silent majority” sebagai rakyat pengikut saja.
Kedua, dari sudut pemahaman umat Islam pada ajaran agamanya, dari sudut persepsi di Indonesia diklasifikasikan menjadi golongan tradisional yang ditunjuk  NU dan golongan modernisadalah eks Masyumi. Namun pembagian itu rasanya ada sesuatu yang salah, dan kesalahan itu cukup prinsipil.
Sering kita dengar bahwa pemerintahan Indonesia didominasi oleh kaum priyayi dan abangan. Usaha mereka untuk mengokohkan dan mempermanenkan Islam di Indonesia, Yaitu usaha-usaha pendirian masjid-masjid sebagai  usaha mengawetkan ideologi suatu wilayah.
Sikap Islam terhadap pancasila sebagai sebuah ideologi terbuka dan demokratis. Jadi, Umat Islam pun menganggap keislaman adalah keindonesiaan dan sebaliknya.karena sikap yang tepat terhadap Pancasila akan menutup kesenjangan antara konsep keumatan dan kenegaraan. Juga nilai-nilai asasi Pancasila itu akan mengejewantah dan mengaktualisir diri melalui nilai-nilai kesantrian yang kosmpolit dan Nasional. Sehingga para Santri dijuluki WASP (white Anglo-saxon Protestant) Indonesia.
BAGIAN KEDUA
PERAN UMAT ISLAM INDONESIA
MENYONGSONG ERA TINGGAL LANDAS

PERANAN UMAT MUSLIM MEMASUKI ERA INDUSTRIALISASI DI INDONESIA
Pembahasan tentang maslalah modernisasi dan jawaban terhadapnya telah sering dilakukan di masyarakat.  Revolusi Indusri di Inggris dan Revolusi sosio-Politik di Perancis sebagai dua tonggak  mencolok menandai datangnya zaman baru itu. Perlu kita bahas secara khusus mengaitkannya pada peranan kaum Muslim dan para cendekiawannya, dalam konteks perkembangan negeri kita menuju Era Tinggal Landas
Memasuki zaman modern ini, Industrialisasi dengan cirri bertumpuk pada Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suatu “kemestian” sosio-kultural berkenaan dengan bangsa kita yang bersumber pada ajaran Islam  akan menjadi sepadan dengan pengingkaran terhadap suatu segi yang amat penting menyangkut hakikat dan natur keindonesiaan yaitu unsur keislamannya. Industraliasi juga merupakan kelanjutan dari teknikalisasi dalam usaha mengenali sifat pokok zaman mutakhir ini.
Oleh karena pilihan-pilhan utama pola harapan baru masyarakat zaman teknik itu bersifat material, maka modernisasi, teknikalisasi, dan industry-alisasi membawa dampak negative yang sangat menantang, yaitu materialisme.
Memasuki Era Tinggal Landas yang bercirikan industrialisasi, muncul problematika krisis yang tak terhindarkan. Sejarah permusuhan sebagian umat Muslim mempunyaisemacam  naluri untuk menolak modernisasi, itupun disebabkan oleh adanya kesan bahwa modernisasi identik dengan Barat yang Kristen. Dan sisa-sisa sejarah permusuhan itu kemudian dipertajam oleh sikap-sikap bangsa Barat terhadap bangsa Timur, khususnya Muslim. Sikap tersebut dapat dimaklumi dalam konteksnya yang relevan. Namun, sikap menyamakan antara modernisasi dan westernisasi tidak banyak mendapat dukungan sejarah.
Berdasarkan itu semua, peranan umat Islam Indonesia dalam menyongsong masa Industrialisasi sebaiknya kita melakukan pendekatan dari dua jurusan. Pertama, adalah pendekatan dari jurusan tradisionalisme. Kedua, pendekatan dari jurusan keislaman. Juga peran umat Islam menghadapi Era Industialisasi dengan berusaha melepaskan umat Islam dari trauma-trauma sejarah hubungan permusuhannya dengan Barat.dan menumbuhkan kesadaran kepada orang-orang muslim tentang adanya hubungan organic antara Islam Klasik dengan modernitas. Serta mengantisipasi dampak Industrialisasi itu sendiri.
PERAN HMI DALAM TANTANGAN PERJUANGAN YANG PROAKTIF
HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) sebagai Organisasi perkaderan gerakan pemuda Islam tampil sebagai pendukung nilai-nilai keindonesiaan dan kemahasiwaan. HMI berkiprah dalam lingkungan Asia Tenggara dengan lingkungan budaya besar melayu. Misi HMI terdapat dalam Trilogi dakwah ‘ila ‘l-Khayr, Amar Ma’ruf, dan Nahy Munkar yang juga merupakan poros perjuangan umat Islam sepanjang sejarah, dan menjadi dasar-dasar keunggulan umat islam atas umat-umat yang  lain. HMI banyak menghadapi tantangan, untuk meningkatkan perannya HMI harus memberi respon pada tantangan zaman yang berbeda dari yang pernah ada. jika dianalitis tema perjuangannya ialah “ fight for” yaitu serentak medukung konsep bahwa Pancasila adalah titik temu berbagai golongan di tanah air. Selain itu HMI melakukan “Fight against” misalnya perjuangan melawan kaum pendukung anti-agama dan anti-Pancasila, khususnya PKI. Namun, pada saat sekarang ini, prioritas perjuangan HMI yang lebih banyak dituntut adalah kemampuan untuk berpartisipasi secara proaktif dan positif melalui “perjuangan membangun” yang bersifat jangka panjang dengan grafik yang harus selalu menanjak.
Peningkatan peran HMI di masa mendatang, diwakili jargon “Pemihakkan kepada kaum tertindas” untuk kedaulatan rakyat menuju masyarakat sejahtera dan adil. Juga memperjuangkan kedaulatan Hak asasi rakyat. Sebagai misinya HMI harus mengadakan pendidikan politik yang luas, mendalam dan kaya.
Sebagai Organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan, HMI sangat beruntung, kini HMI memiliki lingkungan  yang horizontal, tangguh sekaligus kondusif bagi perjuangan mengemban misinya. Dan bersifat vertikal melalui para alumninya. Sebab, Alumni HMI adalah wujud nyata sumber daya manusia yang dicita-citakan HMI, yaitu “Insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam” oleh karena itu, HMI harus mempertahankan milik dan kehormatannya yang paling berharga, yaitu independensi. Maka hubungan antara HMI, dan KAHMI sebaiknya bersifat aspiratif dan konsultatif.
Lingkungan lain bagi HMI, yang bersifat immediate adalah ICMI. Namun ICMI bukan kelanjutan langsung dari HMI. ICMI mempunyai konsituensi yang sekaligus lebih luas dan lebih sempit daripada HMI dan KAHMI. Lebih luas karena para anggotanya tidak hanya berlatar belakang HMI, lebih sempit karena tidak semua anggota HMI adalah anggota ICMI. Karena itu, ICMI dapat menjadi salah satu sarana untuk memperjuangkan misinya.
AMAL MUHAMMADIYAH MENJAWAB TANTANGAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Dari segi keanggotaan Muhammadiyah adalah organisasi Islam “modernis” yang terbesar di dunia, juga sebagai organisasi Islam yang relatif paling berhasil.terutama sebagai gerakan amaliah.
Namun, hal itu bisa dikatakan juga sebagai suatu kekurangan, yaitu implikasi kurangnya wawasan sebagai perangkat yang memberi kesadaran menyeluruh atas semua kegiatan amaliah juga sebagai sumber energi bagi pengembangan dinamis dan kreatif. Karena dapat menimbulkan sistem yang stagnan. Karena orientasi kepraktisan yang menjadi titik berat misi organisasinya itu, maka Muhamadiyah menjadi lahan subur persemaian produk-produk intelektual kelompok Islam.
Gerakan Muhammadiyah  memiliki potensi untuk menjadi pemegang tongkat estafet dari gagasan gagasan Muhammad Abduh, namun Muhammadiyah tampak belum banyak menggarap bidang prinsipil ilmu kalam, Tawhid, atau Aqaid. Maka kedepannya Muhammadiyah harus mengembangkan  “Ilmu Kalam” menggunakan metode  deduktif-rasionalistik-dialektis sebagai titik tolak tingkat awal bagi pengembangan metode ilmu kalam untuk menjaga otentisitas, otoritas, sekaligus kekayaan tradisi intelektual Islam yang baru, untuk memperoleh relevansi kreatifitas yang optimal, juga memberi pemahaman dengan tepat dan esensial hubungan organic antar iptek dan system keimanan.
RELEVANSI KESUFIAN BUYA HAMKA
BAGI KEHIDUPAN KEAGAMAAN INDONESIA
Buya Hamka adalah seorang pemikir Islam Modernis yang paling subur di Indonesia. Beliau adalah seorang otodidak yang memiliki kemampuan kognitif tinggi sehinnga beliau sanggup menghimpun kemudian memproduksi sedemikian luas ilmu pengetahuan agama. Kelebihan lainnya, beliau sanggup menyatakan pikiran dalam ungkapan-ungkapan modern dan kontemporer. Dalam suasana pengaruh reformasi Buya Hamka mengantarkannya menjadi salah seorang tokoh pembaharu yang unik dan penuh pesona.
Hamka menunjukan minat intelektual yang besar sekali terhadap tasawuf, beliau menyimpan apresiasi yang tinggi pada inti ajaran kesufian. Sebagai seorang reformis dan modernis Buya Hamka melancarkan kritik-kritik pedas terhadap tasawuf dan kaum sufi. beliau menggunakan kategori analitis “sufisme-filosofis” untuk mengembangkan dan meluruskan Ilmu Tasawuf.
Buya hamka mengikuti jejak pelopor pembaruan, beliau memberantas mitologi yang ada pada saat itu. Karena setiap mitologi adalah palsu dan tidak akan bertahan terhadap serangan rasionilitas. dan itu semua adalah upaya  yang mengisyaratkan agar umat Islam memahami dan mengamalkan ajaran agamanya secara “tulen”.
Inti dari kesufian beliau sangat relevan dengan kehidupan keagamaan dinegeri kita di masa mendatang. Juga menjadi wahana bagi kreatifitas dan inovasi yang menjadi pijakan Ilmu Pengetahuan.
PERAN AGAMA DALAM PERUBAHAN MASYARAKAT
INDONESIA YANG PLURALISTIK
Adanya keraguan antara ajaran suatu agama dengan tingkah laku penganut agama tersebut, kenyataanya ialah banyak orang serius memeluk agamanya, tanpa peduli pada tuntutan dalam perbuatan tingkah laku. Namun, agama Islam sendiri memiliki peran positif dalam menaburkan benih-benih sehat untuk tumbuhnya demokrasi, pluralism, dan egaliterianisme di negara kita. Misalnya, jika kita menelaah sejarah, kita dapatkan bahwa ide-ide tentang demokrasi modern diartikulasikan oleh para pemimpin politik dengan latar belakang
Keagamaan yang kuat. Para agamawan mendukung cita-cita terwujudnya masyarakat modern yang demokratis dan pluralistik seperti pernah dicontohkan oleh Masyumi pra -1955 tersebut.
Adapun peran agama lainnya dalam lingkup Budaya ialah menegakkan disiplin Nasional. Karena adanya keterkaitan itu, maka disiplin tidak bisa dipisahkan dengan masalah penegakkan hukum dalam masyarakat.
BAGIAN KETIGA
DIMENSI SOSIAL BUDAYA PEMBANGUNAN DI INDONESIA
PEMBANGUNAN NASIONAL
Dilema Pertumbuhan dan Keadilan Sosial
Adanya dilema dalam pembangunan Nasional antara pertumbuhan dan keadilan sosial itu dicerminkan dalam ungkapan aleogoris tentang pembagian “Kue Nasional” apakah kita akan berusaha memperbesar baru dibagi-bagi, ataukah segera membagi-bagi setiap warga Negara setiap kali sepotong kue itu tercipta? sebab usaha pencptaan kemakmuran dirasakan sebagai hal amat mendesak. Ini membawa kita kepada keadaan dilematis antara imperative pertumbuhan ekonomi dan kewajiban moral menciptakan keadilan sosial.
Dilemma itu dalam kehidupan nasional kita pada tahap perkembangan menunjukan pada peringkat pertama dimana tahap pembangunan nasional harus dititik beratkan pada pelaksanaan pembangunan yang lebih tulus dan substantif dari nilai-niali Pancasila.
Wujud paling nyata dari dilemma pertumbuhan dan keadilan itu dapat dirasakan dibalik kenyataaan semakin terpusatnya sumber-sumber daya di tempat-tempat tertentu di kota-kota besar. Dimana konsentrasi modal, tenaga kerja, dan Informasi menghadirkan kapitalisme yang tentu menghambat pembangunan nasional.
Karena cita-cita mewujudkan keadilan sosial dalam situasi dilematis perkembangan Pembangunan negeri kita sekarang menjadi kompleks sekali, maka imajinasi atau kreatifitas yang dibutuhkan tentu harus bersifat kompleks. Dan kita harus mencoba dengan segala kemampuan kita untuk mencari solusinya.
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA
MENYONGSONG ERA TINGGAL LANDAS
Orde baru berhasil menciptakan iklim keagamaan yang menguntungkan dengan berbagai hasil konkretnya saat ini. Maka, seyogyanya hasil itu dijadikan landasan sumber daya manusia dengan didasari semangat keagamaan. Yaitu pembangunan manusia Indonesia yang “taat menjalankan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa” dan memiliki “toleransi dalam kehidupan beragama”. Meskipun begitu, peluang itu perlu ditelaah kembali.
Pada “Era Tinggal Landas”, jika pembangunan berjalan seperti dikehendaki, maka tempo dan ukuran perubahan akan berlangsung lebih cepat dan lebih besar daripada yang terjadi selama ini. Oleh karena itu, demi suksesnya perubahan positif secara mendasar dalam jangka panjang, mutlak harus diperhatikan.
Tentu untuk mengantisipasi adanya dampak perubahan pembangunan menyongsong Era Tinggal Landas perlu dibentuk masyarakat ber-Ketuhanan yang Maha Esa agar masyarakat memiliki kesadaran umum dan mendalam bagi setiap pemeluk agama tersebut. Kemudian, berbagai strategi pembangunan jangka panjang akan memiliki landasan spiritual dan moral hirarki nilai dalam agama. Kondisi ini diperlukan agar tidak terjadi kekacauan dan pertukaran hirarki nilai.
DIMENSI SOSIAL BUDAYA DALAM PEMBANGUNAN POLITIK NASIONAL
Sangat penting partisipasi masyarakat dalam pembangunan politik sesuai dengan fungsi dan keahliannya masing-masing. Budaya politik itu tumbuh dalam masyarakat sebagai hasil interaksi antara berbagai faktor.
Bahkan ia tumbuh semenjak kanak-kanak melalui pola pendidikan tertentu. Oleh karena itu, selalu ada “lowongan”untuk suatu peranan intervensi dan pengarahan dalam bidang “pembangunan politik” ini. Namun, ini berarti harus berlangsung dalam konteks budaya nasional. Karena tindakan politik adalah termasuk tindakan budaya.
Untuk mengejar keteringgalannya dari negari-negeri maju, dengan menciptakan stabilitas politik.“Partai Politik” adalah kreasi abad modern, juga sebagai alat yang lebih luwes untuk memenangkan dukungan rakyat disbandingkan dengan tentara atau birokrasi.
MASALAH KONTINUITAS BUDAYA DALAM PEMBANGUNAN
Kelestarian Budaya amat menjadi penting, karena ketulusan serta kesungguhan berpikir dan berkepercayaan memerlukan rasa keabsahan dan keontetikan. Namun, atavisme biasanya berjalan seiring dengan sikap-sikap konservatif. Karena itu menghambat kemajuan dan daya inovasi.dari sinilah mulai tampak persoalan kesinambungan dan keterputusan. Maka, dalam keadaan tertentu diperlukan kemampuan “memutuskan” diri dari budaya masa lampau yang negative, yang kemampuan itu sendiri dihasilkan oleh sikap-sikap kritis yang membangun.
Jadi, dapat dikatakan bahwa usaha-usaha penerapan nilai-niali budaya dalam pembangunan itu memerlukan adanya keinsafan yang tulus dan otentik, yang mengacu pada kesinambungan dan kontinuitas budaya, disamping menciptakan hal-hal baru dan membuat inovasi.
KEWIRAUSAHAAN PRIBUMI DAN MASALAH BUDAYA
Membicarakan masalah “pribumi” sesungguhnya merupaka epiter untuk golongan yang kurang beruntungyang menyangkut warga Negara asli. Memang harus diakui bahwa susunan sosial-ekonomi kita, jika digambarkan secara grafis berbentuk kerucut, yang berada di puncak kerucut itu ialah mereka yang disebut golongan “non-pribumi” dan perlu bagi kita mencari diagnosa dan terapinya untuk mengatasi persoalan tersebut.
Adanya perbedaan dalam kualitas pendidikan mengakibatkan kesenjangan besar sekali dalam perolehan kesempatan. Dan karena usaha pendidikan selau merupakan penanaman modal kemanusiaan dengan time of response yang panjang maka akibat pendidikan kolonial itu pun dirasakan sampai sekarang. Tetapi, kesenjangan itu bukan hanya disebabkan oleh warisan kolonial.
Dalam perhitungan berdasarkan nasionalisme dan patriotism komunitas wirausahawan pribumi seharusnya diberi kesempatan pertama dan utama. Hal itu disebabkan adanya masalah ketidakadilan yang mencolok dalam maslah politik.
BAGIAN KEEMPAT
DEMOKRASI DI INDONESIA
DEMOKRASI DAN DEMOKRATISASI DI INDONESIA
Demokrasi kita pandang sebagai suatu “cara” mencapai tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri. Sedangkan demokratisasi digunakan sebagai harapan menuju tinggal landas Indonesia menjadi negeri yang maju. Demokrasi dan demokratisasi adalah jalan yang paling baik untuk memelihara, melestarikan, dan mengukuhkan asset nasional.
Berdasarkan kenyataannya, bangsa Indonesia memang mempunyai system demokrasi yang lebih sesuai dengan keadaan kita. Penerapan Ide ide demokrasi sejagad menurut kondisi Indonesia dan tingkat perkembangannya.dalam Pancasila prinsip demokrasi itu terungkap dalm sila keempat. Namun, untuk memandang seluruh sila itu tidak bisa dipisah-pisahkan. Maka, antara “cara” dan “tujuan” pun tidak bisa dipisah-pisahkan satu dari yang lain.
Di Indonesia sendiri, pandangan demokrasi pancasila, harus secara tulus mencakup nilai hidup kemanusiaan yang adil dan beradab. Demokrasi juga tidak mungkin berjalan tanpa ditegakkannya hak-hak asasi manusia. Dan politik warga negara terfokus pada pelaksanaan demokratis.
Hal lain yang sangat prinsipil dalam demokrasi adalah kebebasan dan kerahasiaan dalam pelaksanaan pemilihan umum.
Konstitusi kita menyatakan bahwa mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat merupakan tujuan negara. Diantara tiga komponen-komponen primer demokrasi komponen “Sosial”,  merupakan hal paling fundamental.
PROFESIONALISASI POLITIK UNTUK PEMBANGUNAN DEMOKRASI
“Profesionalisme Politik”, harus dipandang sebagai indikasi kepada suatu perkembangan sosial politik kita yang positif. Perkembangan itu ialah adanya keberanian yang semakin meningkat  untuk menyatakan suatu keinginan di bidang politik. Namun, pelontaran sekitar gagasan “profesionalisme politik” tentu mengimplikasikan penilaian bahwa system perpolitikan kita masih belum professional, alias “amatir”. Oleh karena itu, dibalik pelontaran ide tersebut terselip keinginan agar mutu perpolitikan kita, melalui aktor politiknya, hendaknya ditingkatkan. Kita pun hendaknya, sikap yang pertama-tama harus ditegakkan menghadapi berbagai pelontaran tuntunan itu ialah dengan memahami dan menerimanya secara positif.
Jika proporsi artikulasi politik oleh kaum politisi tergantung pada tingkat kemajuan masyarakat, maka Negara kita masih pada tahap pertumbuhan yang meminta peranan lebih besar dari para politisi, namun pada kenyataannya Golkar yang bukan organisasi politik memikul tanggung jawab lebih besar dari pada partai lainnya. Dan berarti pula bahwa peningkatan mutu profesionalisme politik lebih dituntut dari Golkar daripada yang lainnya. Kajian-kajian tentang demokrasi juga menunjukkan bahwa pada masa-masa tertentu mengandung pengertian yang bersifat mengejek dan menyindir. Secara konsepsional kini demokrasi secara erat dikaitkan oleh Barat, namun Barat sendiri menganut berbagai versi demokrasi, sesuai dengan kultur politik Negara yang bersangkutan.
Yang tidak kurang penting dalam profesionalisme politik ini adalah penyadaran umum bahwa demokrasi mengimplikasikan kebebasan, dan kebebasan menuntut tingkat kebranian yang tinggi untuk memikul tanggung jawab dalam rangka pembangunan demokrasi.
PELAKSANAAN PANCASILA DAN DEMOKRASI
UNTUK MEWUJUDKAN KETAHANAN NASIONAL
Pancasila adalah suatu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu pelaksanaan Pancasila pun harus utuh tanpa ada tekanan salah satu silanya secara tidak beralasan. Dan perlu kita sadari bahwa antara sila-sila dalam Pancasila tersebut ada kaitan yang sangat erat yang menjadi perekat bagi keutuhan nilai ideologisnya.
Bentuk Negara kita adalah Negara demokrasi dan itu merupakan salah satu unsur dorongan batin yang sangat kuat bagi mereka untuk berjuang merebut, mempertahankan, dan kemudian mengisi kemerdekaan. Sedangkan Demokrasi sendiri adalah suatu kategori yang dinamis. Ia senantiasa bergerak dan berubah, kadang-kadang negatif, kadang-kadang positif.
Meskipun demikian menurut pengamatan Eichler, Indonesia harus digolongkan sebagai “negara demokratis”. Dengan mengatakan negara kita demokratis, kita terhindar dari kesulitan politik yang tidak perlu. Dan yang lebih penting lagi kita harus menyisihkan ruang dan hak keabsahan bagi diri kita untuk betul betul berpikir dan berperilaku demokratis sehingga bisa digunakan untuk menuntut darui semua orang agar berbuat serupa, khususnya dari mereka yang tergolong “penentu kecenderungan” dengan kekuasaan yang efektif untuk mewujudkan ketahanan Nasional Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar