باسم الله
الرحمان الرحىم
BAB
1 PENGANTAR KEDALAM PEMIKIRAN KALAM
Istilah Ilmu Kalam
terdiri dari dua kata ilmu dan kalam: Kata Ilmu dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, mengandung arti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode tertentu. Adapun kata Kalam adalah: bahasa Arab
yang berarti kata-kata. Ilmu kalam secara harfiah berarti: Ilmu tentang
kata-kata. Oleh sebab itu Kalam sebagai kata, bisa mengandung arti: perkataan
manusia atau Perkataan Allah.
Adapun
nama-nama lain untuk Ilmu Kalam adalah sebagai berikut:
1. Ilmu
Ushul Al-Din (Ilmu tentang Dasar-dasar Agama).
2. Ilmu
al-Aqaid al-Diniyah (Ilmu tentang Aqidah keagamaan atau Ajaran-ajaran pokok
Agama).
3. Ilmu
Al-Tauhid (Ilmu yang membahas tentang Keesaan Allah).
4. Teologi
Islam (Ilmu Ketuhananan Islam). Dalam literature Barat Teologi Islam disebut
dengan The Islamic Theology atau The Theology of Islam.
5. Al-Fiqh
al-Akbar (Fikih Besar/Ajaran Dasar). Istilah ini dikontraskan dengan Al-Fiqh
al-Asghar.
Ruang lingkup ilmu Kalam
adalah ajaran-ajaran dasar Islam; Paradigma Ilmu Kalam harus berangkat dari
keyakinan/dogma; adapun Metodologi yang digunakan Ilmu Kalam dikenal dengan dalil naqli (dalil yang menggunakan
nash-nash agama, yakni Al-Qur’an dan Hadits Nabi) serta dalil aqli (dalil yang menggunakan argumentasi rasional); Dalam
menggunakan dua metode tersebut, timbul dua corak pemikiran kalam, yakni
pemikiran kalam rasional dan pemikiran kalam tradisional.
Istilah Ilmu Kalam pada awal mulanya muncul pada
masa pemerintahan Khalifah Al -Ma’mun (813-833 M) dari Daulah Bani Abbas,
Namun, masalah- masalah yang dipersoalkan dalam Ilmu Kalam itu sendiri, sudah
ada jauh sebelum timbul istilah Ilmu Kalam.
Permasalahan tentang Ilmu
Kalam lahir dari pergolakan politik yang terjadi pada masa Khalifah Ali bin Abi
thalib diba’iat menjadi khalifah, sebagai pengganti Khalifah Usman Bin Affan
yang terbunuh dalam suatu pemberontakan. Tantangan dari para pemuka sahabat di
Mekkah yang dipimpin oleh Thalhah bin Zubair dan disokong oleh Aisyah Umul Mukminin,
hingga Muawiyyah Gubernur Damaskus. Puncak masalah pertikaian ini terjadi pada
saat seusai perang Siffin (Perang antara Muawiyyah dan Firqoh Ali), yaitu pada
saat Arbitrase/Tahkim; dimana Ali bin Abi Thalib diturunkan dari kursi
Khilafah, sedangkan Muawiyyah menjadi Khalifah pengganti Ali bin Abi Thalib.
Seusai Arbitrase corak
aliran Teologi-Politik Kalam kian mencolok; Masalah yang dipermasalahkan antara
lain: tentang keimanan, kekafiran, dan kekhilafahan; dari tiga persoalan
tersebut, melahirkan tiga aliran Ilmu Kalam. Khawarij, Murjiah, dan Muktazilah
merupakan aliran yang pertama sekali muncul dalam sejarah peradaban Islam.
Kemudian setelah itu muncul aliran Qodariyah dan Jabariyah; tetapi dalam
perkembangannya kedua aliran tersebut, menjadi sebuah paham yang dianut oleh
aliran-aliran kalam.
Di Dunia Islam dewasa ini
Asy’ariyah dan Maturidiyah muncul bersama yang dikenal dengan Nama aliran:
Ahl-Sunnah waal-Jamaah; Pada waktu yang bersamaan Syiah sebagai aliran juga
memainkan perannya dalam masyarakat Islam dengan berpegang teguh pada ajaran
Imamah yang sangat memuliakan Ahlu al-Bait.
BAB
2 DIMENSI AJARAN TAUHID
a. Tauhid
Dzat; yakni kepercayaan terhadap Tuhan sebagai satu-satunya pencipta alam
semesta, Keesaan dalam dzat mengandung makna bahwa dzat Allah itu tidak
menerima tarkib (susunan) yakni mustahil dzat Allah itu tersusun dari
unsur-unsur. Itulah akar tunggal dari aqidah Islam.
b. Tauhid
Sifat; Yakni tidak ada sesuatu yang menyamai Allah dalam sifat-sifat-Nya itu.
c. Tauhid
Af’al; mengandung makna bahwa perbuatan Allah tiada setara dengan yang lain dan
tiada makhluk mampu meniru perbuatan Allah.
d. Tauhid
Uluhiyyah; mengandung arti mentauhidkan Allah sebagai satu-satunya dzat atau
eksistensi yang layak dipertuhan.
e. Tauhid
Rububiyah; mengandung arti bahwa seluruh eksistensi dan fenomena yang ada di
langit dan dibumi adalah ciptaan Allah dan Allah pula yang mengendalikan proses
peredarannya.
BAB 3 MANIFESTASI IMAN DALAM
KEHIDUPAN
a. Kekhalifahan
dalam Pengelolaan Alam; yakni haruslah disadari bahwa manusia dilarang
mempertuhan alam, namun dalam mengeksploitasi alam, manusia haruslah melakukan
dengan rendah hati untuk menerapkan sikap tunduk dan patuh kepada Allah SWT.
b. Ilmu
Pengetahuan; yakni, keluasan alam itu tidaklah bertepi dan tanpa batas.
Sementara manusia hanya melakukan observasi dan eksperimen sebatas kemampuan
yang bisa dicapai. Jadi, manusia tidak boleh takabbur dan menyombongkan diri
dari keluasan ilmunya.
c. Hukum;
yakni, hukum ditegakkan untuk mewujudkan keadilan. Jadi, seseorang yang diberi
amanah sebagai penegak hukum haruslah menampilkan kesadaran bahwa hukum
mengandung unsur tegar dan tegas dalam menegakkan keadilan dan lembut dalam
semangat kemanusiaan.
d. Ibadah;
manifestasinya ialah: dalam beribadah membawa kepada kesucian hati nurani.
e. Akhlak;
secara Instrumental menumbuhkan kesadaran individual dan kolektif terhadap
tugas-tugas pribadi dan sosial dalam mewujudkan kehidupan bersama yang
sebaik-baiknya di dunia.
f. Kekuasaan
dan kepemimpinan; manifestasi imanya ialah bahwa setiap kekuasaan dan
kepemimpinan yang diemban atau dijabat oleh seseorang haruslah
dipertanggungjawabkan kepada manusia dan kepada Allah SWT.
g. Ekonomi;
manifestasinya ialah bahwa harta yang dimiliki hanya milik Allah semata,
didalam harta itupun terdapat hak Fakir dan anak yatim, serta wajiblah bagi
kita menjauhi praktik Ribawi, monopoli, dan menolak daur sempit modal.
BAB 4 ALIRAN-ALIRAN DALAM PEMIKIRAN
KALAM
· Aliran
Khawarij
Al-Khawarij secara bahasa berasal dari bahasa Arab:
Kharaja berarti keluar; namun dalam pengertian ilmu Kalam adalah kelompok
orang-orang yang membangkang terhadap Ali karena menenentang kebijaksanaan Ali
menerima tahkim. Di samping nama al-Khawarij yang secara umum dipakai, dikenal
juga dengan nama al-Haruriyah, al-Syurah, al-Mariqoh, dan al-Muhakimah.
Ajaran Khawarij bermula dari masalah mereka tentang
kufr; Hal tersebut diperkuat dengan semboyan mereka dalam Q.S: Al-Maidah: 44, Mereka
berpendapat bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar telah menjadi kafir.
Dalam perkembangannya, Khawarij terpecah menjadi berbagai
sekte. Sekte Khawarij yang tertua adalah Al-Muhakkimah; Sekte lainnya yang
terkenal ialah sekte Azariqoh, Ibadiyah, Ajaridah, al-Najdat, dan Al-sufriyah.
Namun, diantara sekte-sekte tersebut, sekte Azariqoh lah yang memiliki doktrin
amat ekstrem tentang kufr.
·
Aliran Murjiah
Murjiah secara bahasa berasal dari
bahasa Arab: arja-a. yang berarti menangguhkan, mengakhirkan, dan memberi
pengharapan. Berlawanan dengan pandangan Khawarij, Kaum Murjiah mengatakan
bahwa orang-orang yang terlibat tahkim itu tetap dalam mukmin, mereka
menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam tahkim itu,
kelak di hadapan Allah. Kemudian setelah itu, timbul pemahaman bahwa masalah
iman sebagai suatu pengakuan hati dan perbuatan adalah terpisah.
Pada umumnya Murjiah dibagi dalam dua
golongan besar; Yakni Murjiah yang moderat dan Murjiah yang ekstrem; Murjiah
moderat memiliki paham bahwa orang islam yang melakukan dosa besar tetap mukmin
dan tidaklah kafir, sedangkan Murjiah ekstrem memiliki paham bahwa mereka bebas
berkehendak asalkan dalam hati mereka ada Iman kepada Allah SWT.
·
Aliran Qadariyah
Kata Qadariyah berasal dari kata
kerja qadara yang bermakna memutuskan, namun dalam disiplin Ilmu Kalam istilah
Qodariyah adalah nama suatu aliran yang memberikan penekanan atas kebebasan dan
kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatannya. Tokoh pemikir pertama kali
paham Qodariyah adalah Ma’bad al-Juhani dan disebarkan oleh Ghailan
al-Dimasyqi; paham Qodariyah mendapat tantangan hebat dari bangsa Arab sendiri,
paham Qodariyah dianggap bertentangan dengan ajaran Islam, karena mereka
meletakkan manusia pada posisi merdeka dalam tingkah lakunya; ajaran Qodariyah
yang menonjol ialah kebebasan memilih serta sunatullah yang tidak berubah-ubah.
·
Aliran Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari kata
Jabara yang mengandung arti memaksa; Jabariyah menganut paham bahwa manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa; manusia tidakmempunyai
kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya, tetapi
terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Orang yang pertama sekali menampilkan paham
tersebut ialah al-Jad ibn Dirham, kemudian disebar luaskan oleh Jahm bin
Shafwan dari Khurasan.
Dalam perkembangan berikutnya, sama
dengan aliran qodraiyah, aliran jabariyah tidak lagi menjadi sebuah aliran;
namun menjadi sebuah paham yang dipakai beberapa aliran.
·
Aliran Muktazilah
Kata Muktazilah berasal dari kata
I’tazala yang bermakna memisahkan diri. Kata ini berasal dari ucapan Hasan
al-Basri “I’tazala ‘anna” yang dialamatkan kepada Wasil bin Atha. Menurut
al-Syahrastani: Ucapan hasan al-Bashri tersebut dilontarkan kepada Wasil bin
Atha ditengah halaqoh masjid Basra, pada saat itu mereka sedang
mempermasalahkan apakah orang mukmin yang melakukan dosa besar tetap mukmin
ataukah sudah menjadi kafir. Pada saat itu Wasil bin Atha berpendapat bahwa
bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan mukmin, akan tetapi mengambil
posisi diantar keduanya. Sebelum Hasan al-Basri menyampaikan pendapatnya kepada
Wasil bin Atha, ia telah pergi kebagian serambi mesjid lainnya.
Dapat disimpulkan, bahwa peletak
dasar system teologi Muktazilah adalah Wasil bin Atha, aliran ini memiliki
paham rasional. Pokok-pokok ajaran Muktazilah disebut dengan al-Khamsah atau Lima
prinsip dasar Muktazilah. Kelima prinsip ini terdiri dari: Al-Tauhid (Keesaan
Allah), Al-‘Adl (Keadilan), Al-Waad wa al-Wa’id (Janji baik dan Ancaman),
al-Manzilah Bayn al-Manzilatain (Posisi diantara dua posisi), dan al-Amr bi
al-Ma’ruf wa al-Nahy an al-Munkar (Perintah untuk berbuat baik dan larangan
berbuat munkar).
·
Aliran Asya’ariyah
Nama Asya’ariyah sebagai suatu aliran
dalam Ilmu Kalam berasal dari nama tokoh Imam Abu Hasan al- Asya’ari. Pada usia
remaja ia berguru kepada seorang tokoh Muktazilah bernama Abu Ali al-Jubbai;
ajaran-ajaran Muktazilah telah didalami oleh al-Asya’ari sampai ke
akar-akarnya. Tetapi, Abu Hasan al-Asya’ari meninggalkan paham Muktazilah,
karena Asy’ari sudah lama ragu terhadap tesis-tesis yang dikembangkan
Muktazilah, kemudian membangun suatu system teologi sendiri yang dikenal dengan
nama aliran Asya’ariyah.
Pemikiran al-Asya’ari dapat diketahui
lewat karyanya seperti: Maqalat al-Islamiyiin
wa Ikhtilaf al-Mushallin, Kitab al-Luima’fi al-Radd’ala Ahl al Ziyagh wa
al-Bida’dan al-Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah. Kemudian lewat buku-buku
tersebut, pemikiran al-Aya’ari dilanjutkan oleh murid-muridnya seperti
al-Baqillani dan al-Juwaini. Asya’ari tampil kedepan dengan tesis-tesis
bandingnya terhadap paham-paham keagamaan yang dikembangkan oleh Muktazilah.
Tokoh besar terakhir dari aliran Asya’ariyah adalah Imam al-Ghazali; pada masa
nya, al-Ghazali berhasil Muktazilah menempatkan Tasawuf sebagai suatu yang
dapat diterima dalam sejarah perkembangan pemikiran Sunni.
·
Aliran Maturidiyah
Nama aliran Maturidiyah diambil dari
nama tokoh pertama yang tampil mengajukan pemikiran-pemikiran sendiri, yaitu
Abu Mansur Ibn Mahmud al-Maturidi. Al-Maturidi tampil sebagai reaksi bagi paham
teologi Muktazilah; aliran Maturidiyah banyak menggunakan takwil dalam
pemikiran teologinya. Pada hakikatnya, pemikiran-pemikiran Maturidiyah
berintikan pemikiran Imam Abu Hanifah dan perluasan npemikiran tersebut.
Maturidiyah menolak beberapa ajaran
Muktazilah seperti: al- Manzilah bayn al-Manzilatain, nafy al- sifat, dan
al-shalah al aslah; Maturidiyah menganggap bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat,
mereka pun berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki kewajiban-kewajiban, dan masalah
orang yang berbuat dosa besar akan ditentukan Tuhan kelak di akhirat.
BAB
5 MASALAH DALAM PEMIKIRAN KALAM
A. Akal
dan Wahyu
Permasalah akal dan wahyu dalam
pemikiran kalam ialah yang manakah diantara keduanya yang menjadi sumber
penngetahuan mereka tentang Tuhan, tentang kewajiban berterima kasih kepada
Tuhan, tentang apa yang baik dan buruk, dan tentang menjalankan kewajiban baik
dan buruk; Aliran Muktazilah dan Maturidiyah Samarkand sebagai penganut
pemikiran kalam rasional, berpendapat bahwa akal mengetahui kemampuan
mengetahui hal tersebut. Dalih mereka diperkuat salah satunya oleh Q.S.
As-Sajdah: 53.
Sedangkan aliran Asya’ariyah dan
Maturidiyah Bukhara sebagai aliran kalam tradisional berpendapat bahwa akal
hanya mampu mengetahui Tuhan, Sedangkan tiga hal lainnya hanya dapat diketahui
dengan Wahyu. Dalih mereka diperkuat salah satunya oleh Q.S.An-Nisa: 164.
B. Fungsi
Wahyu
Menurut Muktazilah dan Maturidiyah
Samarkand bahwa wahyu masih sangat diperlukan manusia; sementara itu, bagi
aliran tradisional, fungsi Wahyu bagi aliran ini sangat besar.
C. Free
Will dan Predestination
Masalahnya yakni: paham kebebasan
manusia dan Fatalisme; menurut aliran kalam Rasional: manusia mempunyai
kebebasan dalam berkehendak serta juga berkuasa atas perbuatannya. Adapun ayat
al-Qur’an yang dijadikan dalil oleh aliran ini salah satunya adalah
Q.S.Al-Imran: 133. Sedangkan di kalangan aliran kalam tradisional memiliki
teori Al-Kasb (sesuatu yang timbul) dan al-Muktasib (orang yang memperoleh)
dengan perantaraan daya yang diciptakan; dalil yang memperkuat pendapatnya
ialah Q.S.al-Shaffat: 96. Sementara menurut Maturidiyah Bukhara dan Samarkand,
bahwa manusia memiliki dua daya.
D. Konsep
Iman
Permasalahannya ialah: apakah iman
itu hanya tasdiq ataukah harus meningkat sampai kepada Ma’rifah? bagi pemikiran
Kalam Rasional: Iman bukan hanya sekedar tasdiq, tetapi juga ma’rifah serta
amal; sedangkan bagi pemikiran tradisional: Iman hanyalah sebatas tasdiq; namun
menurut al-Maturidiyah Samarkand: Iman adalah tasdiq sebagai hasil dari ma’rifah,
hal tersebut diperkuat dalil Q.S. al-Baqarah: 260.
E. Kekuasaan
dan Kehendak Mutlak Tuhan
Aliran kalam Rasional berpendapat
bahwa kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan tidak lagi dipahami dalam pengertian
semutlak-mutlaknya, tetapi sudah terbatas. Hal tersebut diperkuat salah satunya
dalil Q.Sal-Ahzab: 62. Sedangkan aliran Asya’ariyah berpendapat bahwa kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan haruslah berlaku semutlak-mutlaknya. Adapun ayat
Al-Qur’an yang dijadikan sandaran salah satunya adalah Q.S.Yunus:10.
F. Keadilan
Tuhan
Aliran kalam rasional memahami
keadilan Tuhan dari sudut kepentingan manusia. Adapun aliran Kalam tradisional
memahami keadilan Tuhan dari sudut Tuhan sebagai pemilik alam semesta.
G. Perbuatan-perbuatan
Tuhan
Semua aliran dalam ilmu Kalam berpendapat
bahwa Tuhan juga melakukan perbuatan. Namun, yang menjadi polemic adalah apakah
perbuatan Tuhan itu terbatas pada hal-hal yang baik saja, ataukah perbuatan
Tuhan itu mencakup kepada hal-hal yang buruk? Muktazilah, berpendapat bahwa
perbuatan Tuhan hanyalah terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik dan terbaik.
Sementara itu aliran kalam tradisional berpendapat bahwa Tuhan tidak bersifat
wajib.
H. Sifat-sifat
Tuhan
1. Antropomorpisme
Antropomorisme dalam ilmu kalam
adalah masalah tentang ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan bahwa Tuhan
mempunyai sifat jasmani. Aliran Muktazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak
memiliki sifat jasmani, dan aliran lain pun memiliki pendapat yang sama.
2. Ru’yatullah
Masalah melihat Tuhan diperbincangkan
dalam kaitan apakah Tuhan itu dapat dilihat oleh mata kepala atau tidak di
akhirat. Aliran Rasional berpendapat bahwa Tuhan tidak dapat dilihat oleh mata
kepala karena Tuhan bersifat Immateri; hal tersebut diperkuat salah satunya oleh
Q.S: Al-An’am: 103. Sedangkan menurut aliran tradisional mengatakan bahwa Tuhan
dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala; ayat yang dijadikan sandaran
salah satunya ialah Q.S: al-A’raaf:143
3. Khalq
Al-Qur’an
Masalah yang diperdebatkan ialah
apakah al-Qur’an itu diciptakan atau qadim? Menurut Muktazilah al-Qur’an itu
adalah makhluk (baharu) dan tidak kekal, hal tersebut diperkuat salah satunya
dalil Q.S.al-Hijr: 9. Sedangkan menurut aliran tradisional bahwa al-Qur’an itu
tidak diciptakan dan kekal; dalil yang memperkuatnya salah satunya ialah Q.S:
al-A’raaf: 54.
BAB
6 ALIRAN SYIAH
Istilah Syiah berasal dari kata
syi’ah Ali (pengikut Ali). Namun, yang dimaksud Syiah dalam Ilmu Kalam ialah:
aliran yang meyakini bahwa pemimpin setelah Nabi Muhammad SAW wafat adalah Ali
bin Abi Thalib. Pemahaman tersebut didasarkan orang-orang Syiah pada beberapa
Hadis Rasulullah SAW, dalam pandangan Syiah, Ali bin Abi Thalib pun memiliki
kedudukan istimewa dimata Rasulullah SAW. Mereka berpendapat bahwa yang berhak
menjadi Khalifah pengganti Rasul ialah Ali, hanya saja pada saat peristiwa
Tsaqifah bani Sa’adah Ali sedang berada dalam penyelenggaraan jenazah Nabi.
Aliran Syiah terpecah kedalam
berbagai sekte. Hal tersebut disebabkan oleh pandangan teologis mereka terhadap
imam-imam yang diterima berbeda-beda
·
Syiah Itsna
‘Asyariyyah
Aliran ini mengakui 12 imam dari Ali
hingga Muhammad al-Muntazar. Aliran ini meyakini bahwa Mahdi nanti akan datang
di akhir zaman memerintah kaum Muslimin.
·
Syiah Isma’iliyah
Aliran ini mengakui bahwa Ismail
putra Imam keenam (Ja’far Shadiq) ialah Imam ketujuh, padahal Ismail meninggal
lebih dulu dari Ayahnya. Mereka memiliki keyakinan bahwa Tuhan mengambil tempat
dalam diri Imam.
·
Syiah Zaidiyah
Zaid adalah adalah putra Ali Zainal
Abidin yang berkedudukan sebagai Imam keempat. Dalam pandangan Syiah Zaidiyah
Imam-imam berhenti sampai Zaid, mereka pun menerima kekhalifahan sebelum Ali
binAbi Thalib.
Adapun pokok ajaran Syiah adalah: (a)
Imamah: pemimpin itu harus berasal dari ahl bait, melalui keturunan Ali bin Abi
Thalib. (b) Ishmah: para Imam mempunyai kedudukan Ma’shum layaknya Rasulullah.
(c) Asyura: memperingati hari kesepuluh bulan Muharram sebagai hari berkabung
atas wafatnya Imam Husein yang terbunuh di karbala. (d) Mahdawiyah: adanya juru
selamat manusia di akhir zaman. (e) Al-Bada’keyakinan bahwa Allah dapat
mengubah ketentuannya. (f) taqiyah: menjaga keselamatan jiwa dengan
menyembunyikan identitas.
BAB
7 ALIRAN AHMADIYAH
Aliran Ahmadiyah adalah nama yang
diberikan kepada pengikut Mirza Ghulam Ahmad; pada usia 40 tahun, Mirza Ghulam
Ahmad menulis sebuah buku Barahin-I Ahmadiyah (penjelasan-penjelasan tentang
Ahmadiyah), dalam bukunya ia menjelaskan bahwa ia dalah juru selamat dunia.
Pada tanggal 4 Maret 1889, ia mengatakan dirinya mendapat wahyu dari Allah SWT
dan mengangkat dirinya sebagai Al-Mahdi, kemudian pada tahun 1891, ia
mengumumkan dirinya sebagai Al-Masih. Pada Tahun 1974 Ahmadiyah dinyatakan
secara resmi bahwa Ahmadiyah bukan agama Islam. Misi jemaat Ahmadiyah pertama
kali masuk ke Indonesia pada 1925. Saat
ini jemaat Ahmadiyah Indonesia dengan 181 jemaat lokalnya telah berdiri di
seluruh propinsi di Indonesia.
Terdapat dua sekte Ahmadiyah: (a)
Ahmadiyah Qadiyan: menganut kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang
Nabi (b) Ahmadiyah Lahore: menganut kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad
hanyalah seorang Mujaddid (pembaharu).
Poko-pokok ajaran Ahmadiyah ialah
bahwa: (1) Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi, (2) Nabi Isa A S telah wafat. Namun,
pada Tahun 1980 Majlis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa sesatnya
Ahmadiyah karena menyimpang dari ajaran pokok Islam.
BAB
8 GERAKAN SALAFIYAH
Kata salafiyah berasal dari kata
kerja salafa-yaslufu-salafan yang berarti sudah berlalu, sudah lewat atau yang
terdahulu. Istilah salaf pertama kali dikenal untuk memberi nama gerakan
Hanabilah yang muncul pada Abad keempat Hijrah dengan mempertalikan dirinya
kepada pendapat-pendapat Ahmad bin Hanbal yang dipandang telah mempertahankan
pendirian ulama salaf. Masa Salaf adalah masa Nabi, Sahabat, dan Tabiin.
Dalam perkembangannya, di abad ke-7
Hijriah, gerakan salaf mendapat tenaga pendorong baru yaitu Ibnu Taymiah, ialah
tokoh pemikir Salafiyah. Kemudian pada abad ke-12 Hijriah pemikiran salaf
dibangkitkan kembali oleh seorang tokoh pemikir dan pergerakan dari tanah
Hizjaz bernama Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, menyeru umat untuk kembali
kepada ajaran Islam yang murni dari Al-Qur’an dan Sunnah. Pada masa kini mncul salafiyah
yang memperlihatkan kecenderungan untuk kembali ke masa murni Islam, dengan
meneladani kehidupan Rasulullah SAW. Seperti memelihara jenggot, memakai gamis
dll.
Aliran Salafiyah memiliki tiga ajaran
pokok yaitu: (a) mendahulukan syara’ dari akal, (b) meninggalkan Takwil kalami,
dan (c) berpegang teguh pada nash Qur’an dan Hadis Nabi.
BAB
9 PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODERN
A. MUHAMMAD
ABDUH
Muhammad Abduh seorang penulis buku,
hakim pengadilan Negeri Mesir berpendapat bahwa: jalan yang dipakai untuk
mengetahui Tuhan bukanlah melalui wahyu saja tetapi juga dengan akal. Sementara
itu fungsi wahyu menurutnya ialah meliputi memberi keyakinan kepada manusia
bahwa jiwa akan terus hidup setelah tubuh jasmani hancur, menolong akal untuk
mengetahui keadaan hidup manusia di akhirat, dan memberi tuntunan cara
berterimakasih kepada Allah dengan tatacara beribadah.
B. RASYID
RIDHA
Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin
Muhammad Syam Al-Qalamuny seorang pemikir pembaru Islam berpendapat bahwa: akal
mempunyai peranan penting dalam memahami ajaran agama.
C. SAYYID
AHMAD KHAN
Sayyid Ahmad Khan seorang pria asal
Delhi India yang menisbahkan diri ke dalam keluarga Ahl al-Bait dalam pemikiran
Kalam ia berpendapat bahwa: manusia mempunyai kebebasan berkehendak dan
berbuat; beliau juga percaya bahwa sunatulllah (hukum alam) berlaku pasti dan
tidak pernah berubah.
D. SAYYID
AMIR ALI
Sayyid Amir Ali seorang Guru Besar
dalam Hukum Islam di India berpendapat bahwa: akhirat adalah sesuatu yang pasti
dimana semua orang mempertanggungjawabkan perbuatan selama hidup di dunia; ia
pun mengatakan bahwa ajaran Islam membawa kepada paham kebebasan manusia dalam
berkehendak dan berbuat.
E. MUHAMMAD
IQBAL
Muhammad Iqbal seorang penulis,
pengacara, dan Dosen Filsafat di salah satu perguruan tinggi Lahore berpendapat
bahwa: Islam mengajarkan dinamisme yang di dalamnya terdapat dinamika gerak.
Menurutnya, gerak alam yang selalu berubah adalah keniscayaan yang dapat
dijadikan pengajaran bagi orang yang berakal.
F. ABU
AL-A’LA AL MAUDUDI
Abu al-A’la al Maududi
seorang jurnalis dan pemimpin lembaga research Islam di Punjab berpendapat
bahwa: Allah menciptakan manusia dan menyediakan keperluan manusia sebahagiaan
dari kerajaannya yang disebut Kosmos. Kemudian pandangannya mengenai Iman ialah
suatu perjanjian manusia dengan Allah yang menukar segala kehidupan dunia
dengan Surga yang dijanjikan dalam kehidupan Akhirat.
G. MURTADHA
MUTAHHARI
Murtadha Mutahhari seorang Ilmuwan,
dan dosen di fakutas Teologi Universitas Teheran,
Berpendapat bahwa: manusia diciptakan
sebagai Makhluk yang bebas dan berikhtiar, menurutnya, manusia dapat melakukan
sesuatu sesuai naluri dan dorongan biologisnya.
H. HAJI
AGUS SALIM
Haji Agus Salim seorang Tokoh pahlawan
Nasional Indonesia berpendapat bahwa: hasil dari usaha itu masih bergantung
kepada untung dan nasib; sedangkan untung dan nasib bergantung kepada satu
kekuasaan yang menguasai Alam (Qadar). Dalam pandangannya, manusia yang beriman
adalah manusia yang memegang ajaran tawakal dengan kukuh.
I. K.H
AHMAD DAHLAN
K.H. Ahmad Dahlan seorang ulama
pendiri Persyarikatan Muhammadiyah dalam sebuah pesan tertulis yang diberi
judul “Kesatan Hidup Manusia” beliau berpendapat bahwa: pengetahuan tentang
kesatuan hidup manusia adalah pengetahuan yang amat besar meliputi Bumi dan
meliputi Kemanusiaan. Beliau pun menyebutkan bahwa jalan untuk mencapai
kehidupan manusia yang aman, tenteram, dan damai dunia dan akhirat adalah
dengan memakai “akal yang waras”. Menurutnya, pendidikan akal itu sangant
penting karena watak akal itu menerima segala pengetahuan dan memang
pengetahuan itulah yang menjadi kebutuhan akal. Manusia dalam konsepsi K.H.
Ahmad Dahlan adalah manusia yang memiliki tiga dimensi, yakni manusia yang
memiliki fathanah, ma’rifah dan fondasi Al-Qur’an.
J. K.H.
HASYIM ASY’ARI
K.H.Hasyim
Asy’ari yang bernama lengkap Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd al-Wahid ibn Abd
al-Halim; seorang Ulama, Pendiri Organisasi NU (Nahdatul Ulama) yang dikenal
sebagai tokoh yang sangat besar didunia pesantren berpendapat bahwa: ada tiga
tingkat ketauhidan atau Keesaan Allah yang harus dipahami oleh seorang Muslim:
pertama adalah tingkat pujian terhadap Keesaan Tuhan. Kedua adalah pengetahuan
dan pengertian mengenai
Keesaan
Tuhan. Dan ketiga adalah kesadaran dari dzawq tentang Hakim Agung (Al-Haq).
Beliau pun berpendapat bahwa: percaya kepada Keesaan Tuhan membutuhkan Iman.
K. BUYA HAMKA
Buya Hamka memiliki nama
lengkap Haji Abdul Malik bin Haji Abdul Karim Amrullah seorang tokoh Ulama dan
Sastrawan Indonesia berpendapat bahwa: manusia memiliki kebebasan berbuat dan
berkehendak. Beliaupun meyakini adanya sunatullah ciptaan-Nya yang tidak
berubah-ubah. Beliaupun berpendapat bahwa konsep Iman bukanlah hanya Tasdiq
tetapi ma’rifah juga amal. Menurutnya, fungsi wahyu adalah untuk mengetahui
kewajiban-kewajiban manusia, turunnya wahyu pun antara lain untuk menunjukkan
bahwa Tuhan benar-benar bersifat adil.
HAMKA berpendapat bahwa
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh kebebasan memilih (ikhtiyar)
berdasarkan pertimbangan akal, yang dib erikan oleh Tuhan kepada manusia. HAMKA
memiliki kecenderungan sangat kuat dalam menganut paham kalam yang bercorak
rasional.
L. HASSAN
HANAFI
Hassan Hanafi seorang
Ulama Kairo Mesir memiliki pemikiran bertolak dari penjelajahan iman dan
intelektualnya dalam menghidupkan kembali semangat Ilmu Kalam dari iman ke
nalar hingga menuju aksi. Beliau menegaskan bahwa bila para mutakallimun masa
lampau dalam membela tauhid dalam meninggikan kalimah Allah mereka telah
memperoleh kemenangan karena pemikiran dan syariat. Sedangkan tugas kita dewasa
ini ialah menyerukan jihad kepada umat untuk membebaskan negeri-negeri muslim,
mengembalikkan Bumi-bumi kita yang dirampas dan mengembalikan tauhid mereka ke
Bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar