Minggu, 18 November 2018

RESUME BUKU ALAM PKIRAN ISLAM PEMIKIRAN KALAM



باسم الله الرحمان الرحىم
BAB 1 PENGANTAR KEDALAM PEMIKIRAN KALAM
Istilah Ilmu Kalam terdiri dari dua kata ilmu dan kalam: Kata Ilmu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengandung arti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu. Adapun kata Kalam adalah: bahasa Arab yang berarti kata-kata. Ilmu kalam secara harfiah berarti: Ilmu tentang kata-kata. Oleh sebab itu Kalam sebagai kata, bisa mengandung arti: perkataan manusia atau Perkataan Allah.

Adapun nama-nama lain untuk Ilmu Kalam adalah sebagai berikut:
1.   Ilmu Ushul Al-Din (Ilmu tentang Dasar-dasar Agama).
2.   Ilmu al-Aqaid al-Diniyah (Ilmu tentang Aqidah keagamaan atau Ajaran-ajaran pokok Agama).
3.   Ilmu Al-Tauhid (Ilmu yang membahas tentang Keesaan Allah).
4.   Teologi Islam (Ilmu Ketuhananan Islam). Dalam literature Barat Teologi Islam disebut dengan The Islamic Theology atau The Theology of Islam.
5.   Al-Fiqh al-Akbar (Fikih Besar/Ajaran Dasar). Istilah ini dikontraskan dengan Al-Fiqh al-Asghar.
Ruang lingkup ilmu Kalam adalah ajaran-ajaran dasar Islam; Paradigma Ilmu Kalam harus berangkat dari keyakinan/dogma; adapun Metodologi yang digunakan Ilmu Kalam dikenal dengan dalil naqli (dalil yang menggunakan nash-nash agama, yakni Al-Qur’an dan Hadits Nabi) serta dalil aqli (dalil yang menggunakan argumentasi rasional); Dalam menggunakan dua metode tersebut, timbul dua corak pemikiran kalam, yakni pemikiran kalam rasional dan pemikiran kalam tradisional.
Istilah Ilmu Kalam pada awal mulanya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Al -Ma’mun (813-833 M) dari Daulah Bani Abbas, Namun, masalah- masalah yang dipersoalkan dalam Ilmu Kalam itu sendiri, sudah ada jauh sebelum timbul istilah Ilmu Kalam.
Permasalahan tentang Ilmu Kalam lahir dari pergolakan politik yang terjadi pada masa Khalifah Ali bin Abi thalib diba’iat menjadi khalifah, sebagai pengganti Khalifah Usman Bin Affan yang terbunuh dalam suatu pemberontakan. Tantangan dari para pemuka sahabat di Mekkah yang dipimpin oleh Thalhah bin Zubair dan disokong oleh Aisyah Umul Mukminin, hingga Muawiyyah Gubernur Damaskus. Puncak masalah pertikaian ini terjadi pada saat seusai perang Siffin (Perang antara Muawiyyah dan Firqoh Ali), yaitu pada saat Arbitrase/Tahkim; dimana Ali bin Abi Thalib diturunkan dari kursi Khilafah, sedangkan Muawiyyah menjadi Khalifah pengganti Ali bin Abi Thalib.
Seusai Arbitrase corak aliran Teologi-Politik Kalam kian mencolok; Masalah yang dipermasalahkan antara lain: tentang keimanan, kekafiran, dan kekhilafahan; dari tiga persoalan tersebut, melahirkan tiga aliran Ilmu Kalam. Khawarij, Murjiah, dan Muktazilah merupakan aliran yang pertama sekali muncul dalam sejarah peradaban Islam. Kemudian setelah itu muncul aliran Qodariyah dan Jabariyah; tetapi dalam perkembangannya kedua aliran tersebut, menjadi sebuah paham yang dianut oleh aliran-aliran kalam.
Di Dunia Islam dewasa ini Asy’ariyah dan Maturidiyah muncul bersama yang dikenal dengan Nama aliran: Ahl-Sunnah waal-Jamaah; Pada waktu yang bersamaan Syiah sebagai aliran juga memainkan perannya dalam masyarakat Islam dengan berpegang teguh pada ajaran Imamah yang sangat memuliakan Ahlu al-Bait.
BAB 2 DIMENSI AJARAN TAUHID
a.    Tauhid Dzat; yakni kepercayaan terhadap Tuhan sebagai satu-satunya pencipta alam semesta, Keesaan dalam dzat mengandung makna bahwa dzat Allah itu tidak menerima tarkib (susunan) yakni mustahil dzat Allah itu tersusun dari unsur-unsur. Itulah akar tunggal dari aqidah Islam.
b.   Tauhid Sifat; Yakni tidak ada sesuatu yang menyamai Allah dalam sifat-sifat-Nya itu.
c.    Tauhid Af’al; mengandung makna bahwa perbuatan Allah tiada setara dengan yang lain dan tiada makhluk mampu meniru perbuatan Allah.
d.   Tauhid Uluhiyyah; mengandung arti mentauhidkan Allah sebagai satu-satunya dzat atau eksistensi yang layak dipertuhan.
e.    Tauhid Rububiyah; mengandung arti bahwa seluruh eksistensi dan fenomena yang ada di langit dan dibumi adalah ciptaan Allah dan Allah pula yang mengendalikan proses peredarannya.
BAB 3 MANIFESTASI IMAN DALAM KEHIDUPAN
a.    Kekhalifahan dalam Pengelolaan Alam; yakni haruslah disadari bahwa manusia dilarang mempertuhan alam, namun dalam mengeksploitasi alam, manusia haruslah melakukan dengan rendah hati untuk menerapkan sikap tunduk dan patuh kepada Allah SWT.
b.   Ilmu Pengetahuan; yakni, keluasan alam itu tidaklah bertepi dan tanpa batas. Sementara manusia hanya melakukan observasi dan eksperimen sebatas kemampuan yang bisa dicapai. Jadi, manusia tidak boleh takabbur dan menyombongkan diri dari keluasan ilmunya.
c.    Hukum; yakni, hukum ditegakkan untuk mewujudkan keadilan. Jadi, seseorang yang diberi amanah sebagai penegak hukum haruslah menampilkan kesadaran bahwa hukum mengandung unsur tegar dan tegas dalam menegakkan keadilan dan lembut dalam semangat kemanusiaan.
d.   Ibadah; manifestasinya ialah: dalam beribadah membawa kepada kesucian hati nurani.
e.    Akhlak; secara Instrumental menumbuhkan kesadaran individual dan kolektif terhadap tugas-tugas pribadi dan sosial dalam mewujudkan kehidupan bersama yang sebaik-baiknya di dunia.
f.    Kekuasaan dan kepemimpinan; manifestasi imanya ialah bahwa setiap kekuasaan dan kepemimpinan yang diemban atau dijabat oleh seseorang haruslah dipertanggungjawabkan kepada manusia dan kepada Allah SWT.
g.   Ekonomi; manifestasinya ialah bahwa harta yang dimiliki hanya milik Allah semata, didalam harta itupun terdapat hak Fakir dan anak yatim, serta wajiblah bagi kita menjauhi praktik Ribawi, monopoli, dan menolak daur sempit modal.
BAB 4 ALIRAN-ALIRAN DALAM PEMIKIRAN KALAM
·      Aliran Khawarij
Al-Khawarij secara bahasa berasal dari bahasa Arab: Kharaja berarti keluar; namun dalam pengertian ilmu Kalam adalah kelompok orang-orang yang membangkang terhadap Ali karena menenentang kebijaksanaan Ali menerima tahkim. Di samping nama al-Khawarij yang secara umum dipakai, dikenal juga dengan nama al-Haruriyah, al-Syurah, al-Mariqoh, dan al-Muhakimah.
Ajaran Khawarij bermula dari masalah mereka tentang kufr; Hal tersebut diperkuat dengan semboyan mereka dalam Q.S: Al-Maidah: 44, Mereka berpendapat bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar telah menjadi kafir.
Dalam perkembangannya, Khawarij terpecah menjadi berbagai sekte. Sekte Khawarij yang tertua adalah Al-Muhakkimah; Sekte lainnya yang terkenal ialah sekte Azariqoh, Ibadiyah, Ajaridah, al-Najdat, dan Al-sufriyah. Namun, diantara sekte-sekte tersebut, sekte Azariqoh lah yang memiliki doktrin amat ekstrem tentang kufr.
·         Aliran Murjiah
Murjiah secara bahasa berasal dari bahasa Arab: arja-a. yang berarti menangguhkan, mengakhirkan, dan memberi pengharapan. Berlawanan dengan pandangan Khawarij, Kaum Murjiah mengatakan bahwa orang-orang yang terlibat tahkim itu tetap dalam mukmin, mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam tahkim itu, kelak di hadapan Allah. Kemudian setelah itu, timbul pemahaman bahwa masalah iman sebagai suatu pengakuan hati dan perbuatan adalah terpisah.
Pada umumnya Murjiah dibagi dalam dua golongan besar; Yakni Murjiah yang moderat dan Murjiah yang ekstrem; Murjiah moderat memiliki paham bahwa orang islam yang melakukan dosa besar tetap mukmin dan tidaklah kafir, sedangkan Murjiah ekstrem memiliki paham bahwa mereka bebas berkehendak asalkan dalam hati mereka ada Iman kepada Allah SWT.
·         Aliran Qadariyah
Kata Qadariyah berasal dari kata kerja qadara yang bermakna memutuskan, namun dalam disiplin Ilmu Kalam istilah Qodariyah adalah nama suatu aliran yang memberikan penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatannya. Tokoh pemikir pertama kali paham Qodariyah adalah Ma’bad al-Juhani dan disebarkan oleh Ghailan al-Dimasyqi; paham Qodariyah mendapat tantangan hebat dari bangsa Arab sendiri, paham Qodariyah dianggap bertentangan dengan ajaran Islam, karena mereka meletakkan manusia pada posisi merdeka dalam tingkah lakunya; ajaran Qodariyah yang menonjol ialah kebebasan memilih serta sunatullah yang tidak berubah-ubah.
·         Aliran Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa; Jabariyah menganut paham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa; manusia tidakmempunyai kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya, tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Orang yang pertama sekali menampilkan paham tersebut ialah al-Jad ibn Dirham, kemudian disebar luaskan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan.
Dalam perkembangan berikutnya, sama dengan aliran qodraiyah, aliran jabariyah tidak lagi menjadi sebuah aliran; namun menjadi sebuah paham yang dipakai beberapa aliran.
·         Aliran Muktazilah
Kata Muktazilah berasal dari kata I’tazala yang bermakna memisahkan diri. Kata ini berasal dari ucapan Hasan al-Basri “I’tazala ‘anna” yang dialamatkan kepada Wasil bin Atha. Menurut al-Syahrastani: Ucapan hasan al-Bashri tersebut dilontarkan kepada Wasil bin Atha ditengah halaqoh masjid Basra, pada saat itu mereka sedang mempermasalahkan apakah orang mukmin yang melakukan dosa besar tetap mukmin ataukah sudah menjadi kafir. Pada saat itu Wasil bin Atha berpendapat bahwa bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan mukmin, akan tetapi mengambil posisi diantar keduanya. Sebelum Hasan al-Basri menyampaikan pendapatnya kepada Wasil bin Atha, ia telah pergi kebagian serambi mesjid lainnya.
Dapat disimpulkan, bahwa peletak dasar system teologi Muktazilah adalah Wasil bin Atha, aliran ini memiliki paham rasional. Pokok-pokok ajaran Muktazilah disebut dengan al-Khamsah atau Lima prinsip dasar Muktazilah. Kelima prinsip ini terdiri dari: Al-Tauhid (Keesaan Allah), Al-‘Adl (Keadilan), Al-Waad wa al-Wa’id (Janji baik dan Ancaman), al-Manzilah Bayn al-Manzilatain (Posisi diantara dua posisi), dan al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy an al-Munkar (Perintah untuk berbuat baik dan larangan berbuat munkar).
·         Aliran Asya’ariyah
Nama Asya’ariyah sebagai suatu aliran dalam Ilmu Kalam berasal dari nama tokoh Imam Abu Hasan al- Asya’ari. Pada usia remaja ia berguru kepada seorang tokoh Muktazilah bernama Abu Ali al-Jubbai; ajaran-ajaran Muktazilah telah didalami oleh al-Asya’ari sampai ke akar-akarnya. Tetapi, Abu Hasan al-Asya’ari meninggalkan paham Muktazilah, karena Asy’ari sudah lama ragu terhadap tesis-tesis yang dikembangkan Muktazilah, kemudian membangun suatu system teologi sendiri yang dikenal dengan nama aliran Asya’ariyah.
Pemikiran al-Asya’ari dapat diketahui lewat karyanya seperti: Maqalat al-Islamiyiin wa Ikhtilaf al-Mushallin, Kitab al-Luima’fi al-Radd’ala Ahl al Ziyagh wa al-Bida’dan al-Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah. Kemudian lewat buku-buku tersebut, pemikiran al-Aya’ari dilanjutkan oleh murid-muridnya seperti al-Baqillani dan al-Juwaini. Asya’ari tampil kedepan dengan tesis-tesis bandingnya terhadap paham-paham keagamaan yang dikembangkan oleh Muktazilah. Tokoh besar terakhir dari aliran Asya’ariyah adalah Imam al-Ghazali; pada masa nya, al-Ghazali berhasil Muktazilah menempatkan Tasawuf sebagai suatu yang dapat diterima dalam sejarah perkembangan pemikiran Sunni.
·         Aliran Maturidiyah
Nama aliran Maturidiyah diambil dari nama tokoh pertama yang tampil mengajukan pemikiran-pemikiran sendiri, yaitu Abu Mansur Ibn Mahmud al-Maturidi. Al-Maturidi tampil sebagai reaksi bagi paham teologi Muktazilah; aliran Maturidiyah banyak menggunakan takwil dalam pemikiran teologinya. Pada hakikatnya, pemikiran-pemikiran Maturidiyah berintikan pemikiran Imam Abu Hanifah dan perluasan npemikiran tersebut.
Maturidiyah menolak beberapa ajaran Muktazilah seperti: al- Manzilah bayn al-Manzilatain, nafy al- sifat, dan al-shalah al aslah; Maturidiyah menganggap bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat, mereka pun berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki kewajiban-kewajiban, dan masalah orang yang berbuat dosa besar akan ditentukan Tuhan kelak di akhirat.
BAB 5 MASALAH DALAM PEMIKIRAN KALAM
A.    Akal dan Wahyu
Permasalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam ialah yang manakah diantara keduanya yang menjadi sumber penngetahuan mereka tentang Tuhan, tentang kewajiban berterima kasih kepada Tuhan, tentang apa yang baik dan buruk, dan tentang menjalankan kewajiban baik dan buruk; Aliran Muktazilah dan Maturidiyah Samarkand sebagai penganut pemikiran kalam rasional, berpendapat bahwa akal mengetahui kemampuan mengetahui hal tersebut. Dalih mereka diperkuat salah satunya oleh Q.S. As-Sajdah: 53.
Sedangkan aliran Asya’ariyah dan Maturidiyah Bukhara sebagai aliran kalam tradisional berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui Tuhan, Sedangkan tiga hal lainnya hanya dapat diketahui dengan Wahyu. Dalih mereka diperkuat salah satunya oleh Q.S.An-Nisa: 164.
B.     Fungsi Wahyu
Menurut Muktazilah dan Maturidiyah Samarkand bahwa wahyu masih sangat diperlukan manusia; sementara itu, bagi aliran tradisional, fungsi Wahyu bagi aliran ini sangat besar.
C.     Free Will dan Predestination
Masalahnya yakni: paham kebebasan manusia dan Fatalisme; menurut aliran kalam Rasional: manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak serta juga berkuasa atas perbuatannya. Adapun ayat al-Qur’an yang dijadikan dalil oleh aliran ini salah satunya adalah Q.S.Al-Imran: 133. Sedangkan di kalangan aliran kalam tradisional memiliki teori Al-Kasb (sesuatu yang timbul) dan al-Muktasib (orang yang memperoleh) dengan perantaraan daya yang diciptakan; dalil yang memperkuat pendapatnya ialah Q.S.al-Shaffat: 96. Sementara menurut Maturidiyah Bukhara dan Samarkand, bahwa manusia memiliki dua daya.
D.    Konsep Iman
Permasalahannya ialah: apakah iman itu hanya tasdiq ataukah harus meningkat sampai kepada Ma’rifah? bagi pemikiran Kalam Rasional: Iman bukan hanya sekedar tasdiq, tetapi juga ma’rifah serta amal; sedangkan bagi pemikiran tradisional: Iman hanyalah sebatas tasdiq; namun menurut al-Maturidiyah Samarkand: Iman adalah tasdiq sebagai hasil dari ma’rifah, hal tersebut diperkuat dalil Q.S. al-Baqarah: 260.
E.     Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Aliran kalam Rasional berpendapat bahwa kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan tidak lagi dipahami dalam pengertian semutlak-mutlaknya, tetapi sudah terbatas. Hal tersebut diperkuat salah satunya dalil Q.Sal-Ahzab: 62. Sedangkan aliran Asya’ariyah berpendapat bahwa kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan haruslah berlaku semutlak-mutlaknya. Adapun ayat Al-Qur’an yang dijadikan sandaran salah satunya adalah Q.S.Yunus:10.
F.      Keadilan Tuhan
Aliran kalam rasional memahami keadilan Tuhan dari sudut kepentingan manusia. Adapun aliran Kalam tradisional memahami keadilan Tuhan dari sudut Tuhan sebagai pemilik alam semesta.
G.    Perbuatan-perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam ilmu Kalam berpendapat bahwa Tuhan juga melakukan perbuatan. Namun, yang menjadi polemic adalah apakah perbuatan Tuhan itu terbatas pada hal-hal yang baik saja, ataukah perbuatan Tuhan itu mencakup kepada hal-hal yang buruk? Muktazilah, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik dan terbaik. Sementara itu aliran kalam tradisional berpendapat bahwa Tuhan tidak bersifat wajib.
H.    Sifat-sifat Tuhan
1.      Antropomorpisme
Antropomorisme dalam ilmu kalam adalah masalah tentang ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan bahwa Tuhan mempunyai sifat jasmani. Aliran Muktazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat jasmani, dan aliran lain pun memiliki pendapat yang sama.
2.      Ru’yatullah
Masalah melihat Tuhan diperbincangkan dalam kaitan apakah Tuhan itu dapat dilihat oleh mata kepala atau tidak di akhirat. Aliran Rasional berpendapat bahwa Tuhan tidak dapat dilihat oleh mata kepala karena Tuhan bersifat Immateri; hal tersebut diperkuat salah satunya oleh Q.S: Al-An’am: 103. Sedangkan menurut aliran tradisional mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala; ayat yang dijadikan sandaran salah satunya ialah Q.S: al-A’raaf:143
3.      Khalq Al-Qur’an
Masalah yang diperdebatkan ialah apakah al-Qur’an itu diciptakan atau qadim? Menurut Muktazilah al-Qur’an itu adalah makhluk (baharu) dan tidak kekal, hal tersebut diperkuat salah satunya dalil Q.S.al-Hijr: 9. Sedangkan menurut aliran tradisional bahwa al-Qur’an itu tidak diciptakan dan kekal; dalil yang memperkuatnya salah satunya ialah Q.S: al-A’raaf: 54.
BAB 6 ALIRAN SYIAH
Istilah Syiah berasal dari kata syi’ah Ali (pengikut Ali). Namun, yang dimaksud Syiah dalam Ilmu Kalam ialah: aliran yang meyakini bahwa pemimpin setelah Nabi Muhammad SAW wafat adalah Ali bin Abi Thalib. Pemahaman tersebut didasarkan orang-orang Syiah pada beberapa Hadis Rasulullah SAW, dalam pandangan Syiah, Ali bin Abi Thalib pun memiliki kedudukan istimewa dimata Rasulullah SAW. Mereka berpendapat bahwa yang berhak menjadi Khalifah pengganti Rasul ialah Ali, hanya saja pada saat peristiwa Tsaqifah bani Sa’adah Ali sedang berada dalam penyelenggaraan jenazah Nabi.
Aliran Syiah terpecah kedalam berbagai sekte. Hal tersebut disebabkan oleh pandangan teologis mereka terhadap imam-imam yang diterima berbeda-beda
·         Syiah Itsna ‘Asyariyyah
Aliran ini mengakui 12 imam dari Ali hingga Muhammad al-Muntazar. Aliran ini meyakini bahwa Mahdi nanti akan datang di akhir zaman memerintah kaum Muslimin.
·         Syiah Isma’iliyah
Aliran ini mengakui bahwa Ismail putra Imam keenam (Ja’far Shadiq) ialah Imam ketujuh, padahal Ismail meninggal lebih dulu dari Ayahnya. Mereka memiliki keyakinan bahwa Tuhan mengambil tempat dalam diri Imam.
·         Syiah Zaidiyah
Zaid adalah adalah putra Ali Zainal Abidin yang berkedudukan sebagai Imam keempat. Dalam pandangan Syiah Zaidiyah Imam-imam berhenti sampai Zaid, mereka pun menerima kekhalifahan sebelum Ali binAbi Thalib.
Adapun pokok ajaran Syiah adalah: (a) Imamah: pemimpin itu harus berasal dari ahl bait, melalui keturunan Ali bin Abi Thalib. (b) Ishmah: para Imam mempunyai kedudukan Ma’shum layaknya Rasulullah. (c) Asyura: memperingati hari kesepuluh bulan Muharram sebagai hari berkabung atas wafatnya Imam Husein yang terbunuh di karbala. (d) Mahdawiyah: adanya juru selamat manusia di akhir zaman. (e) Al-Bada’keyakinan bahwa Allah dapat mengubah ketentuannya. (f) taqiyah: menjaga keselamatan jiwa dengan menyembunyikan identitas.
BAB 7 ALIRAN AHMADIYAH
Aliran Ahmadiyah adalah nama yang diberikan kepada pengikut Mirza Ghulam Ahmad; pada usia 40 tahun, Mirza Ghulam Ahmad menulis sebuah buku Barahin-I Ahmadiyah (penjelasan-penjelasan tentang Ahmadiyah), dalam bukunya ia menjelaskan bahwa ia dalah juru selamat dunia. Pada tanggal 4 Maret 1889, ia mengatakan dirinya mendapat wahyu dari Allah SWT dan mengangkat dirinya sebagai Al-Mahdi, kemudian pada tahun 1891, ia mengumumkan dirinya sebagai Al-Masih. Pada Tahun 1974 Ahmadiyah dinyatakan secara resmi bahwa Ahmadiyah bukan agama Islam. Misi jemaat Ahmadiyah pertama kali masuk ke Indonesia pada 1925.  Saat ini jemaat Ahmadiyah Indonesia dengan 181 jemaat lokalnya telah berdiri di seluruh propinsi di Indonesia.
Terdapat dua sekte Ahmadiyah: (a) Ahmadiyah Qadiyan: menganut kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Nabi (b) Ahmadiyah Lahore: menganut kepercayaan bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah seorang Mujaddid (pembaharu).
Poko-pokok ajaran Ahmadiyah ialah bahwa: (1) Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi, (2) Nabi Isa A S telah wafat. Namun, pada Tahun 1980 Majlis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa sesatnya Ahmadiyah karena menyimpang dari ajaran pokok Islam.
BAB 8 GERAKAN SALAFIYAH
Kata salafiyah berasal dari kata kerja salafa-yaslufu-salafan yang berarti sudah berlalu, sudah lewat atau yang terdahulu. Istilah salaf pertama kali dikenal untuk memberi nama gerakan Hanabilah yang muncul pada Abad keempat Hijrah dengan mempertalikan dirinya kepada pendapat-pendapat Ahmad bin Hanbal yang dipandang telah mempertahankan pendirian ulama salaf. Masa Salaf adalah masa Nabi, Sahabat, dan Tabiin.
Dalam perkembangannya, di abad ke-7 Hijriah, gerakan salaf mendapat tenaga pendorong baru yaitu Ibnu Taymiah, ialah tokoh pemikir Salafiyah. Kemudian pada abad ke-12 Hijriah pemikiran salaf dibangkitkan kembali oleh seorang tokoh pemikir dan pergerakan dari tanah Hizjaz bernama Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, menyeru umat untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni dari Al-Qur’an dan Sunnah. Pada masa kini mncul salafiyah yang memperlihatkan kecenderungan untuk kembali ke masa murni Islam, dengan meneladani kehidupan Rasulullah SAW. Seperti memelihara jenggot, memakai gamis dll.
Aliran Salafiyah memiliki tiga ajaran pokok yaitu: (a) mendahulukan syara’ dari akal, (b) meninggalkan Takwil kalami, dan (c) berpegang teguh pada nash Qur’an dan Hadis Nabi.
BAB 9 PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODERN
A. MUHAMMAD ABDUH
Muhammad Abduh seorang penulis buku, hakim pengadilan Negeri Mesir berpendapat bahwa: jalan yang dipakai untuk mengetahui Tuhan bukanlah melalui wahyu saja tetapi juga dengan akal. Sementara itu fungsi wahyu menurutnya ialah meliputi memberi keyakinan kepada manusia bahwa jiwa akan terus hidup setelah tubuh jasmani hancur, menolong akal untuk mengetahui keadaan hidup manusia di akhirat, dan memberi tuntunan cara berterimakasih kepada Allah dengan tatacara beribadah.
B.  RASYID RIDHA
Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Muhammad Syam Al-Qalamuny seorang pemikir pembaru Islam berpendapat bahwa: akal mempunyai peranan penting dalam memahami ajaran agama.
C.  SAYYID AHMAD KHAN
Sayyid Ahmad Khan seorang pria asal Delhi India yang menisbahkan diri ke dalam keluarga Ahl al-Bait dalam pemikiran Kalam ia berpendapat bahwa: manusia mempunyai kebebasan berkehendak dan berbuat; beliau juga percaya bahwa sunatulllah (hukum alam) berlaku pasti dan tidak pernah berubah.
D. SAYYID AMIR ALI
Sayyid Amir Ali seorang Guru Besar dalam Hukum Islam di India berpendapat bahwa: akhirat adalah sesuatu yang pasti dimana semua orang mempertanggungjawabkan perbuatan selama hidup di dunia; ia pun mengatakan bahwa ajaran Islam membawa kepada paham kebebasan manusia dalam berkehendak dan berbuat.
E.  MUHAMMAD IQBAL
Muhammad Iqbal seorang penulis, pengacara, dan Dosen Filsafat di salah satu perguruan tinggi Lahore berpendapat bahwa: Islam mengajarkan dinamisme yang di dalamnya terdapat dinamika gerak. Menurutnya, gerak alam yang selalu berubah adalah keniscayaan yang dapat dijadikan pengajaran bagi orang yang berakal.
F.   ABU AL-A’LA AL MAUDUDI
Abu al-A’la al Maududi seorang jurnalis dan pemimpin lembaga research Islam di Punjab berpendapat bahwa: Allah menciptakan manusia dan menyediakan keperluan manusia sebahagiaan dari kerajaannya yang disebut Kosmos. Kemudian pandangannya mengenai Iman ialah suatu perjanjian manusia dengan Allah yang menukar segala kehidupan dunia dengan Surga yang dijanjikan dalam kehidupan Akhirat.
G. MURTADHA MUTAHHARI
Murtadha Mutahhari seorang Ilmuwan, dan dosen di fakutas Teologi Universitas Teheran,
Berpendapat bahwa: manusia diciptakan sebagai Makhluk yang bebas dan berikhtiar, menurutnya, manusia dapat melakukan sesuatu sesuai naluri dan dorongan biologisnya.
H. HAJI AGUS SALIM
Haji Agus Salim seorang Tokoh pahlawan Nasional Indonesia berpendapat bahwa: hasil dari usaha itu masih bergantung kepada untung dan nasib; sedangkan untung dan nasib bergantung kepada satu kekuasaan yang menguasai Alam (Qadar). Dalam pandangannya, manusia yang beriman adalah manusia yang memegang ajaran tawakal dengan kukuh.
I.    K.H AHMAD DAHLAN
K.H. Ahmad Dahlan seorang ulama pendiri Persyarikatan Muhammadiyah dalam sebuah pesan tertulis yang diberi judul “Kesatan Hidup Manusia” beliau berpendapat bahwa: pengetahuan tentang kesatuan hidup manusia adalah pengetahuan yang amat besar meliputi Bumi dan meliputi Kemanusiaan. Beliau pun menyebutkan bahwa jalan untuk mencapai kehidupan manusia yang aman, tenteram, dan damai dunia dan akhirat adalah dengan memakai “akal yang waras”. Menurutnya, pendidikan akal itu sangant penting karena watak akal itu menerima segala pengetahuan dan memang pengetahuan itulah yang menjadi kebutuhan akal. Manusia dalam konsepsi K.H. Ahmad Dahlan adalah manusia yang memiliki tiga dimensi, yakni manusia yang memiliki fathanah, ma’rifah dan fondasi Al-Qur’an.
J.       K.H. HASYIM ASY’ARI
K.H.Hasyim Asy’ari yang bernama lengkap Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd al-Wahid ibn Abd al-Halim; seorang Ulama, Pendiri Organisasi NU (Nahdatul Ulama) yang dikenal sebagai tokoh yang sangat besar didunia pesantren berpendapat bahwa: ada tiga tingkat ketauhidan atau Keesaan Allah yang harus dipahami oleh seorang Muslim: pertama adalah tingkat pujian terhadap Keesaan Tuhan. Kedua adalah pengetahuan dan pengertian mengenai
Keesaan Tuhan. Dan ketiga adalah kesadaran dari dzawq tentang Hakim Agung (Al-Haq). Beliau pun berpendapat bahwa: percaya kepada Keesaan Tuhan membutuhkan Iman.
K.     BUYA HAMKA
Buya Hamka memiliki nama lengkap Haji Abdul Malik bin Haji Abdul Karim Amrullah seorang tokoh Ulama dan Sastrawan Indonesia berpendapat bahwa: manusia memiliki kebebasan berbuat dan berkehendak. Beliaupun meyakini adanya sunatullah ciptaan-Nya yang tidak berubah-ubah. Beliaupun berpendapat bahwa konsep Iman bukanlah hanya Tasdiq tetapi ma’rifah juga amal. Menurutnya, fungsi wahyu adalah untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia, turunnya wahyu pun antara lain untuk menunjukkan bahwa Tuhan benar-benar bersifat adil.
HAMKA berpendapat bahwa kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh kebebasan memilih (ikhtiyar) berdasarkan pertimbangan akal, yang dib erikan oleh Tuhan kepada manusia. HAMKA memiliki kecenderungan sangat kuat dalam menganut paham kalam yang bercorak rasional.
L.     HASSAN HANAFI
Hassan Hanafi seorang Ulama Kairo Mesir memiliki pemikiran bertolak dari penjelajahan iman dan intelektualnya dalam menghidupkan kembali semangat Ilmu Kalam dari iman ke nalar hingga menuju aksi. Beliau menegaskan bahwa bila para mutakallimun masa lampau dalam membela tauhid dalam meninggikan kalimah Allah mereka telah memperoleh kemenangan karena pemikiran dan syariat. Sedangkan tugas kita dewasa ini ialah menyerukan jihad kepada umat untuk membebaskan negeri-negeri muslim, mengembalikkan Bumi-bumi kita yang dirampas dan mengembalikan tauhid mereka ke Bumi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar